Kamis, 07 Juli 2011

RENUNGAN MALAM: "SI BULE DAN TONGKAT AJAIB"


Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat, 


“Menyesuaikan diri dengan situasi sekarang dari pihak orang tua dan mencoba mengerti serta memahami dari pihak orang muda akan membuat kedua belah pihak dapat hidup bersama dalam satu dunia dengan damai”

...
"SI BULE DAN TONGKAT AJAIB"



Setelah mengirimkan renungan semalam dan mencari menu yang cocok untuk santap malam, aku sedikit repot berkeliling untuk menemukannya. Ya, bagiku tidak ada makanan yang paling enak nan murah meriah selain nasi goreng apa pun macamnya. Akhirnya, kutemukan di sebuah rumah makan kecil yang dilengkapi dengan musik dan layar lebar yang membuat kita bisa mendengar musik sambil melihat para penyanyi dan gerakan tubuh nan gemulainya. Kupesan nasi goreng “seafood dengan segelas ice tea” menjadi cukup untuk santap malamku.

Kira-kira 3 meter dari mejaku seorang bule tua dengan tongkat kecil di tangannya sedang bersantai ria dengan 2 botol beer hitam. Ada yang lucu dari penampilan bule tua ini yang sendiri mengakui bahwa dia telah berumur 67 tahun, yakni ia selalu menyanyi mengikuti si penyanyi di layar walaupun kadang ia sendiri tidak menghafal syair lagunya. Maklum mungkin beberapa botol beer telah dihabiskannya sehingga ia mulai mabuk dan berbicara sembarangan. Setiap lagu diperdengarkan dan penyanyi tampil di layar yang berukuran besar itu, si bule selalu berkomentar;“Aku menyanyi lebih bagus darinya.” Ia mengulang terus kalimat yang sama untuk setiap lagu. Dari instrument awal lagu berikutnya langsung kutahu bahwa itu lagu “To Love Somebody” sehingga ketika beliau mencoba mengingat judul lagunya, aku langsung berteriak; Sir, itu lagu “To Love Somebody.” Terlihat kegembiraan di raut wajahnya ketika dia mendengar suaraku sebagai dukungan baginya. Maklum, cuma ada dua orang asing di dalam restaurant kecil itu, yakni si bule dan aku. Ia langsung beranjak dari tempat duduknya dan menjabat tanganku seraya mengatakan; “You are my brother! I really love the black man.”  (Dalam hati saya mengeluh; Sial si bule ini…biar pun hitam begini tapi suaraku lebih bagus dari kamu, tahu!)  Aku membalasnya; “Thank you, brother! Kita berdua seperti apa yang dinyanyikan oleh  Michael Jackson dalam lagunya; “Black or white.”  Dia memelukku sekejab dan mengatakan; “I really like your words” Kemudian, si bule langsung kembali ke tempat duduknya ketika ia melihat si pelayan telah menghampiri mejaku dengan nasi goreng seafood dan segelas ice tea pesananku. Reaksi minuman membuat si bule sudah benar-benar mabuk dan mulai berkomentar terhadap apa saja yang dilihat dan didengarnya di dalam restaurant kecil itu. Kadang ia menjadikan tongkat kecilnya itu sebagai gitar dan memainkan mengikuti irama music, atau kadang ia menggunakannya sebagai mikrofon dengan memperdengarkan suara jeleknya yang katanya lebih bagus dari para penyanyi di layar itu. Wow, sungguh seorang tua yang sedang menikmati masa tuanya kalau tidak dengan secara negatif dikatakan sedang menghibur diri. 

Saudaraku,
Di sekitar kita pun atau di dalam komunitas atau di dalam keluarga, sering kita bertemua bahkan hidup bersama dengan mereka yang sudah lanjut usianya. Ada sebagian yang tenang tanpa banyak bicara, tapi ada juga yang rewel dalam sikap dan tingka lakunya, yang kadang membuat kita sulit untuk menerima kehadiran mereka. Si bule tua dalam cerita di atas adalah salah satu diantaranya. Kendatipun suaranya jelek ketika terdengar di telinga tapi ia masih mau menjabat tanganku dan menguncapkan “good night” ketika aku meninggalkan restaurant kecil itu. Ia merasa bahwa hnaya akulah satu-satunya yang mendengarkan dia, yang mau memuji dia dan rela menjadi sahabatnya tadi malam. Ia merasakan bahwa di masa tuanya masih ada orang yang peduli dan mau berbagi dengannya.

Apa yang bisa kita petik sebagai pelajaran dari kisah kecil ini bahwa di satu pihak, sebagai orang tua (lanjut usia) sebaiknya kalian tidak perlu membandingkan masa lalu dengan masa sekarang, membandingkan dirimu dengan diri orang muda di zaman ini seperti si bule tua yang selalu berkomentar; “Saya dapat menyanyi dengan lebih baik darinya.” Apa yang indah adalah mengakui bahwa zaman telah berubah. Anda tidak mungkin membawa semua kelebihan, keunggulan dan segalanya di masa lampau ke masa sekarang dan memaksakan generasi muda untuk mengikutimu dalam segala hal dan segi kehidupan. Biarlah masa lalumu menjadi sebuah kenangan indah yang tak terlupakan dan akuilah ciri khas dan keunikan masa sekarang ini sehingga hidup dan kesekitarannya tidak dikeluhkan setiap saat melainkan dinikmati. Rasanya terlalu singkat waktu bagimu untuk mengeluh dan tidak akan ada yang berubah sesuai dengan keinginanmu. Apa yang singkat dalam hidupmu saat ini adalah menikmatinya tanpa keluhan sehingga hidupmu sungguh menjadi berkat bagi generasi muda yang hidup bersamamu. Sebaliknya, bagi generasi muda, hidup bersama orang-orang yang sudah lanjut usia juga menjadi kesempatan untuk melatih kesabaran serta menjadi saat pemberian terindah dari Tuhan untuk berbagi kasih, belajar mengerti dan memahami kesepian dan kerinduan mereka yang lanjut usia. Menjadi seorang sahabat bagi mereka di masa tua adalah sebuah kekuatan bagi mereka untuk merasakan bahwa kehadiran mereka sungguh menjadi berkat bagi anak-cucu mereka. Memang tidak semua hal pasti mengenakkan dari mereka, tapi mengikuti kemauan mereka untuk beberapa kali rasanya tidak membuat hidupmu menjadi tak berarti, kan?

Saudaraku,
Aku hanya mempunyai sebuah keyakinan dan keyakinan ini ingin kubagikan kepadamu sebagai saudaraku malam ini bahwa “jika yang tua mau menyesuaikan diri dengan dunia sekarang dan yang muda rela memahami yang tua, maka keduanya dapat hidup bersama dalam satu dunia dengan aman dan damai.” Jika ini dapat terjadi maka hidup ini sungguh menjadi sebuah berkat bagi orang lain di sekitarmu. Keakraban dan keharmonisan antara yang tua dan muda sungguh menjadi sebuah tanda bahwa damai itu indah bila kita masing-masing bisa berpartisipasi di dalamnya. Bila itu terjadi maka hidup sesungguhnya menjadi sebuah kesempatan untuk selalu bersyukur kepada Sang Pemberi hidup, yakni Tuhan Pencipta kita. Ya, Anda putih saya hitam; Anda berambut lurus saya keriting; Anda tua saya muda; Anda miskin saya kaya; Anda seorang karyawan saya adalah bos; dan berbagai status dan ciri khas lainnya yang membuat Anda dan saya berbeda, tetapi Anda dan saya adalah manusia. Ada sebuah lagu karismatik yang syairnya sungguh indah untuk dimaknai; “beragam-ragam kita hadir di sini tapi kita satu” semoga tetap mengingatkan saudara dan aku (kita) untuk saling menerima yang lain apa adanya, dan hanya dengan inilah kita dapat hidup dengan damai dan harmonis dalam dunia ini.


Salam seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Follow Us