Selasa, 12 Juli 2011

Renungan Malam: "AKU LAHIR DARI MAMA...AKU TERLUKA KARENA MAMA"



Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,

Aku selalu mengingatkan Anda sekalian bahwa “kesalahan apa pun yang pernah diperbuat oleh mama tak pernah menghilangkan kenyataan bahwa dari rahim mamalah setiap anak dilahirkan. Kita pantas bersyukur atas segala pengorbanan mama kepada kita, anak-anak mama.

“Aku Lahir dari Mama, Aku Terluka karena Mama,” lebih sebagai sebuah permenungan bagi para mama. Semoga para mama tidak memadamkan cinta di hati mereka apa pun resiko yang harus mereka terima demi mereka yang lahir dari rahimnya.


"AKU LAHIR DARI MAMA, AKU TERLUKA KARENA MAMA"


Mencoba tersenyum untuk bercerita walaupun tetesan airnya matanya terus berjatuhan perlahan membasahi pertiwi, mengalir dan menembus tanah seakan menghilang membawa resah yang sedang bergolak di hatinya saat itu. Demikianlah ekspresi gadis berusia belasan tahun yang duduk di hadapanku dalam sebuah kesempatan untuk mengaku dosanya. Ya, kadang melanggar sedikit aturan tentang waktu hanya dengan tujuan untuk mendengar kisah mereka yang terbuang dari orang-orang yang dicintainya memang diperlukan apalagi ketika orang percaya kepada kita.

Pengalamannya gadis itu sungguh menyedihkan hanya karena ibunya yang tertarik pria lain memutuskan untuk meninggalkan suami pertamanya yang tergolong miskin dan berpenghasilan rendah. Di antara kebingungan hidup karena usianya yang masih belia, ia berjuang untuk tetap tegar menatap hidupnya yang terbentang luas ke depan.

Setelah hidup bersama bapa tirinya, rupanya sang ibu sendiri tidak menghendaki putri dari suami pertamanya tinggal bersama keluarga barunya. Hanya karena terlambat menyiapkan makanan untuk para tiriku, keluarlah dari mulut mama kata-kata ini; “Pergilah dari sini. Carilah dan tinggallah bersama papamu. Mulai malam ini engkau tidak mempunyai tempat di rumah ini, di dalam hatiku.” Father, sambaran petir di malam hari tak menakutkan hati dan jiwa bila dibandingkan kata-kata mama malam itu. Aku mencoba untuk tenang menerimanya tapi rupanya mama serius dengan kata-katanya ketika ia menolak aku keluar pintu rumah sambil menutup membanting pintu dengan keras. Tangisan dan teriakan minta ampun tak mampu menyentuh hati mama untuk membuka kembali pintu rumah dan hatinya untuk putrinya. Dengan menahan getir di hati, akhirnya malam itu dengan berjalan kaki menembus ruang dan waktu, aku berjalan mengeliling kota Manila hanya untuk mencari papa yang telah bertahun-tahun kutinggalkan di gubuk kami yang sederhana itu. Aku sempat ragu apakah papa masih tinggal di sana, tapi aku mengikuti kata hatiku bahwa papa sedang menanti kembalinya putri tunggalnya setiap saat.

Mengetuk pintu rumah sang papa di tengah malam pasti sangat mengganggu dan mencemaskan hati para penghuni di kota besar seperti Manila, tapi aku terpaksa melakukannya karena aku tahu hati sang papa akan membuka pintu rumahnya untukku. Seseorang kemudian membuka pintu rumah itu dan ketika memastikan bahwa itu adalah aku, putrinya yang telah meninggalkannya selama bertahun-tahun, akhirnya papa berlari ke arahku, memeluk dan menggendongku bagaikan sang putri di istana mewah sambil memasuki gubuknya. Aku pun menjerit tak hentinya ketika merasakan pelukan sang papa yang kekar menghangatkan tubuhku yang mungil dalam keadaan basah itu. Tanpa bertanya mengapa dan bagaimana papa kemudian mencarikan supermie di kotak kecil di sampingnya dan memasak lalu mempersilakan aku untuk menyantapnya sementara air mata penyesalan tak tertahankan jatuh membasahi tanah di rumah cinta sang papa.

Malam ini aku hanya mau mengingatkan kembali Anda akan pepatah lama; “Surga ada di telapak kaki ibu.” Ini adalah sebuah kebenaran, tapi kisah di atas juga mau mengatakan bahwa “kadang neraka juga ada di tangan, mulut, kata, perbuatan, pikiran dan hati ibu.” Aku percaya bahwa tidak semua ibu berlaku seperti ibu dalam kisah gadis kecil ini, tapi baiklah jika setelah membaca kisah kecil ini para ibu pun mengevaluasi kembali sikap dan tindakan mereka terhadap anak-anak yang telah lahir dan dilahirkan dari rahimnya sendiri. Jangan pernah membuat hati anak-anakmu resah dan bahkan menolakmu sebagai mama mereka karena emosi negatifnya yang tak mampu Anda kontrol. Darimu mama kami belajar tentang cinta, hidup dalam cinta maka biarlah kami merasakan dan mengalami cinta yang sama darimu sampai akhir hidupmu.

Selamat bermalam minggu

Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Jumat, 08 Juli 2011

Renungan Malam: "BIARLAH SI BUTA MENUNTUNKU KEPADAMU, TUHAN"



Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,

Kadang karena kesibukan dan kecemasan akan hidup, kita mengabaikan hak dan martabat orang lain. Rasanya mereka adalah penghalang atas ketergesaan hati untuk menggapai apa yang kita inginkan.

“Biarlah Si Buta Menuntunku kepada-Mu, Tuhan!” adalah sebuah kisah kecil ketika aku tergesa-gesa mengejar waktu berangkatnya kereta api sehingga melanggar aturan dan lebih dari itu mengabaikan hak dan martabat orang lain. Kisah ini hadir mala mini sebagai sebuah bahan permenungan sebelum beranjak ke tempat tidur.


"BIARLAH SI BUTA MENUNTUNKU KEPADAMU, TUHAN"


Keluar dari angkot aku berlari kencang ke arah pertokoan soalnya hari sedang hujan walaupun tidak terlalu deras. Melewati beberapa orang di depanku aku mencoba menggapai tempat pemeriksaan satpam sebelum memasuki mall yang harus dilalui menuju station kereta api.

Setelah pemeriksaan, aku baru sadar bahwa aku telah melewati 6 orang yang sedang antre menuju tempat pemeriksaan satpam. Ternyata, 5 diantara mereka adalah orang buta yang mencoba mengais rezeki dengan cara menawarkan jasa pelayanan pijit atau nama keren di Manila “massage.” Bagi pengunjung mall yang kecapaian atau membutuhkan sedikit pijitan pada tubuh mereka. Kelima orang buta ini dituntun oleh seorang gadis kecil yang berumur sekitar 10 tahun. Mereka berdiri di antrean, di belakang gadis kecil itu, sementara si gadis memandangku sambil tersenyum menyaksikan tingka lakuku sore tadi, yang nampak sangat tergesa-gesa ingin cepat pulang karena pekerjaan rumah yang harus kuselesaikan.

Memandang mereka dalam keadaan diam, seakan hati mereka menjerit walaupun mata tak dapat memandang dengan mengatakan; “Antre dong, nak!” Apalagi melihat gadis kecil yang tetap tersenyum bagaikan malaikat itu aku hanya diam terpaku mempersalahkan diri atas kejadian itu.

Setelah pemeriksaan, mereka dituntun oleh gadis itu naik tangga menuju tempat pijit mereka sambil sesekali gadis itu menoleh ke belakang 5 orang buta yang saling berpegangan bahu itu sambil tertawa riang gembira, seakan mengatakan bahwa butanya mata tidak membuat hati mereka buta sepertiku.

Malam ini, aku hanya mau datang mengetuk kesadaranmu bahwa kadang kita merasa diri dan urusan kitalah yang paling penting. Orang lain hanyalah hambatan bagi kita untuk menggapai tujuan dan cita-cita kita. Gadis kecil yang memandangku sambil tersenyum bagaikan malaikat itu mengajarkan tentang perlunya menghargai orang lain yang tidak memiliki kesempurnaan tubuh seperti kita, yang tidak memiliki kesempatan seperti kita, tapi berjuang melanjutkan hidup mereka dengan cara yang terhormat. Senyumnya bagaikan tetesan pengampunan bagiku, tapi rasaku seperti hukuman atas ketergesa-gesaanku sehingga mengabaikan hak orang lain.

Baiklah jika malam ini kita bermenung bahwa hanya karena kepentingan diri, hanya karena apa yang kita inginkan kadang hak dan martabat orang lain kita korbankan. Orang lain mungkin tidak berteriak dan mengutuk ketidakadilan yang mereka alami karena kata dan perbuatan kita, tapi baiklah kita memeriksa diri untuk sebuah penghormatan yang wajar terhadap orang lain sebagai manusia sama seperti diri kita. Bukankah Yesus pernah ingatkan kita bahwa “jika Anda ingin orang lain perbuat sesuatu yang baik kepadamu maka perbuatlah lebih dulu kepada mereka?” Aku selalu percaya bahwa kita belum terlambat untuk sebuah perubahan diri. Selalu tersedia ruang di hidup kita untuk sebuah perubahan dan pertobatan. Keputusannya ada pada diri kita masing-masing saat ini.

Pesanku; “Kadang kita yang dapat melihat tapi tidak dapat merasa ini membiarkan diri dituntut oleh orang buta lewat kebutaan mata mereka.” Karena sesungguhnya buta hati lebih parah dari buta mata. Namun, yang lebih disayangkan adalah ketika banyak orang membiarkan mata dan hati mereka menjadi buta untuk menghormati dan menghargai nilai keadilan, kebenaran, kejujuran dan martabat orang lain di sekitarnya. Semoga malam ini, kita pun berteriak bersama si buta; “Yesus, sembuhkanlah aku yang buta ini!”


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Kamis, 07 Juli 2011

Renungan Malam: "RUMAH KITA DI SANA"



Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,

Rumah menjadi tempat bukan hanya sekedar untuk beristirahat di kala raga merasa lelah dan capai, tapi lebih dari itu rumah adalah tempat di mana satu keluarga merajut dan menumbuhkan cinta kasih. Meskipun demikian, kadang rumah pun menjadi penjara bagi jiwa atau bahkan menjadi tungku yang panas sehingga ada jiwa-jiwa yang tidak betah tinggal di sana.

“Rumah Kita di Sana,” membuatmu untuk bermenung tentang situasi rumahmu di dunia saat ini, tapi juga sekaligus membuatmu untuk selalu merindukan rumah yang dijanjikan oleh Yesus kepada kita sekalian; “Di rumah Bapa-Ku ada banyak tempat tinggal.”


RUMAH KITA DI SANA


Pembangunan gedung dan rumah baru di kota Manila saat ini sangat pesat. Di mana-mana terlihat bangunan dan rumah mewah yang sementara di bangun oleh para tukang, mandor dan insinyur. Ya, semuanya bisa dilakukan oleh mereka yang berduit sementara di lain pihak, orang miskin yang tidur di pinggiran toko dan kantor pun terlihat di mana-mana.

Menyaksikan semuanya itu, teringatlah akan sebuah cerita inspiratif; Seorang tukang bagunan yang sekarang tinggal di gubuk kecil bersama istri dan bocah laki-laki semata wayang, pernah ditanyai oleh anaknya; “Pa, bapa kan tukang bangunan, berapa bangunan rumah, kantor dan toko/mall yang bapa telah bangun? Bolehkah bapa menunjukkan kepadaku hasil karya tangan bapa? Hampir setiap saat bila teringat akan hal ini, si anak selalu menanyakan pertanyaan yang sama.

Sang ayah hanya diam saja sampai suatu ketika ia mengajak anaknya untuk melihat bagunan-bangunan hasil karya tangannya di kota. Melihat gedung kantor yang berdinding kaca, yang menjulang megah ke langit itu, si anak bertanya; “Pa, itu hasil kerja siapa? Itu bapa yang bangun, jawab ayahnya. Melihat mall yang besar dan luas itu, si anak pun bertanya; “Lalu yang itu? Itu pun hasil karya tangan bapa. Demikian pun rumah mewah dan banyak lagi gedung lain yang diakui sebagai hasil karya tangannya. Si anak lalu diam dan menampakkan sebuah kesedihan yang luar biasa. Kasihan pada anaknya, sang ayah memeluknya dan bertanya; “Nak, mengapa engkau sedih? Bukankah bapa telah menunjukkan semua hasil karya tangan bapa sesuai dengan permintaanmu? Si anak memandang wajah bapanya, lalu berkata; “Pa, tapi kenapa kita tidak bisa menempati salah satu dari rumah hasil karya tangan bapa? Mengapa kita hanya tinggal di gubuk kecil itu?

Diam untuk waktu yang cukup lama, sang ayah lalu memeluk erat si anak lagi lalu berkata; “Nak, rumah di dunia ini hanya sementara saja. Mengapa ayah tak pernah membangun sebuah rumah yang mewah, tapi sederhana saja untukmu, agar engkau belajar untuk tidak terikat dan merasa enak tinggal di rumah yang sementara itu. Sesungguhnya, rumah yang sebenarnya ada di surga. Bukankah Yesus telah bilang; Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal? Ya, baiklah jika rumahmu di dunia ini hanya sederhana tapi layak dihuni, di mana cinta bertumbuh dan kedamaian merebak, di mana saling memaafkan terjadi dan keharmonisan teralami. Biarlah dengan tinggal di rumah sederhana seperti sekarang, membuatmu untuk selalu merindukan rumah yang dijanjikan oleh Yesus, sahabatmu.

Tanpa harus menjelaskan artinya panjang lebar kepadamu, tapi kiranya masing-masing orang bisa memaknainya sendiri dengan bertanya; “Apakah di rumah mewahmu atau pun gubuk yang saat ini Anda tempati juga menjadi tempat yang aman dan damai, di mana cinta bersemi, kasih merebak dan pengampunan dan saling memaafkan bertumbuh subur? Ataukah rumahmu sekarang ini menjadi penjara, tempat asing bagimu karena ada hati yang tak damai di sana? Apa pun bentuk rumahmu saat ini kiranya bukan semata menjadi faktor penting, karena yang paling utama adalah jiwa-jiwa yang tinggal di sanalah yang membuat rumah itu menjadi tempat yang layak atau tidak untuk dihuni. Dan, tidak ada orang lain yang bisa membuat rumahmu menjadi tempat yang aman dan damai selain dirimu sendiri.

Teringat lagu anak-anak SEKAMI; "O mama, o papa percayalah...rumahku di sanalah..tempat indah dan pernah, di sana tak ada susah...o mama, o papa percayalah."


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

AKU MENCINTAI YESUS KARENA KELEMAHAN-NYA




Kelemahan Ketiga; “YESUS TIDAK TAHU LOGIKA”

Seorang wanita memiliki 10 coin dan kehilangan satu. Dia menyalahkan lampu dan pergi mencarinya. Setelah menemukannya, ia memanggil teman-teman dan tetangganya dan mengatakan kepada mereka; “Bergembiralah bersamaku, sebab saya telah menemukan coinku yang hilang” (Luk.15:8-9).

Adakah di sana sesuatu yang logis untuk memanggil teman dan tetangga untuk bergembira hanya karena ia telah menemukan satu buah coinnya yang telah hilang? Bukankah pesta dengan teman-temannya harganya bukan hanya melebihi satu coin tapi bahkan bisa menghabiskan 10 (semua coinnya?) Mungkin tepatlah kita renungkan kata-kata ini; “Hati memiliki alasan-alasan yang mana mereka (alasan-alasan) itu sendiri tidak tahu.”

Meskipun demikian, Yesus telah menjelaskan tujuan ketidaktahuan-Nya tentang logika (sesuatu yang logis) ketika Ia berkata; “Aku berkata kepadamu bahwa akan ada suka cita yang besar di Surga dari para malaikat karena satu orang berdosa yang bertobat.” (Luk.15:10)

Kalau Anda merenungkan bagaimana segala sesuatu yang logis, segala perhitungan manusia hancur di hadapan-Nya, karena cinta-Nya yang berkobar-kobar untuk mendekapmu dalam hati-Nya, maka hanya satu hal yang pasti bagimu engkau tidak memiliki alasan untuk tidak bersyukur kepada-Nya. Inilah alasannya juga mengapa setiap kali memberi nasehat kepada para peniten yang datang membawa daftar dosa-dosa mereka yang tertulis dalam sebuah kertas, aku selalu membalikkan kertas itu dan mengatakan; “Lihatlah, engkau berdosa dan mengingatnya sehingga menulisnya di atas kertas dengan tinta hitam, tapi Allah sendiri tidak mempunyai pena dan pencil untuk menuliskan dosa-dosamu di atas kertas-Nya yang putih ini. Kendatipun Ia memiliki kertas, pena dan pensil tapi Ia takan membiarkan tangan-Nya menggenggam pena atau pensil itu dan mulai menulis dosa-dosamu satu persatu di atas kertas putih-Nya.” Sama seperti Ia menciptakanmu dalam keadaan suci, Ia memeliharamu, dan betapa rindu hati-Nya jika suatu saat engkau kembali kepada-Nya sama seperti saat engkau tercipta oleh-Nya.

Karena itu kawan, baiklah kita menulis di atas kertas putih hidup kita dengan tinta yang terang bukan tentang banyaknya dosa kita yang telah kita lakukan melainkan sekecil apa pun perbuatan baik yang Anda lakukan, itulah yang diingat oleh Allahmu. Dosa menghancurkan relasi kita dengan Allah, tapi Allah tidak selamanya membiarkan si iblis memiliki jiwamu. Rahmat pertobatan telah dikaruniakan kepadamu. Hati-Nya yang maharahim tetap terbuka untukmu, maka semoga sisa hidup kita adalah gerakan kembali untuk menjadi suci sama seperti saat kita tercipta ke dunia ini. Benarlah ungkapan cinta-Nya padamu; “Akan ada suka cita besar di Surga bila saja engkau mau bertobat saat ini dan kembali kepada-Nya.”

Ingatlah akan kata-kata Yesus kepada Sta. Faustina; “Sebelum Aku datang dengan penghakiman-Ku, Aku ingin kalian masuk melalui pintu kerahiman-Ku.” Dengan kata lain, Ia akan menghukum kita, tapi cinta-Nya kepada kita selalu memberi jalan bagi kita untuk bebas dari hukuman-Nya, yakni kerahiman yang ditawarkan kepada kita sebagai jalan untuk terbebas dari hukuman-Nya.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Renungan Malam: "BREAKING MY HEART"






Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,

Mencoba untuk tetap mempertahankan sebuah persahabatan, cinta dan pernikahan yang telah terluka sungguh menjadi sebuah usaha yang sulit terutama bagi mereka yang terluka dan dilukai.

“Breaking My Heart”, adalah sebuah lagu yang bukan hanya untuk didengar atau terdengar oleh telinga, tapi perlu tindakan merenung atau memaknainya dalam hidup sebagai seorang sahabat, pacar, orang tua, anak, maupun suami-istri. Semoga kita berjuang untuk tidak melukai lagi mereka yang mencintai kita dengan tulus.


“BREAKING MY HEART”

“For breaking my heart…breaking my heart again…This is where our journey ends…for breaking my heart again” Alunan lagu dari Michael Learns To Rock (MLRT) yang pernah kudengar dalam pertunjukkan beliau di Kuala Lumpur – Malaysia pada paskah yang baru lewat terdengar kembali kemarin ketika aku hendak memasuki areal station kereta api. Yang hebatnya penyanyi dan pemain keyboard itu adalah seorang buta dengan suaranya yang hampir sama dengan penyanyi aslinya walaupun hanya dengan alat sederhana.

Ya, pengalaman dikhianati dan disakiti kadang menjadi akhir dari sebuah persahabatan, percintaan bahkan bisa menghancurkan pernikahan pasangan nikah dalam umur berapa saja, jika tindakan pengkhianatan dan penipuan terhadap pasangan tetap dijalankan. Di satu pihak, seharusnya pengampunan tidak terbatas, tapi kemanusiaan kita kadang begitu rapuh dan bahkan hancur berantakan ketika pengkhianatan dan sakit hati terus dialami. Denga kata lain, pihak lain diharapkan belajar bersabar dan mengampuni sementara pihak yang melukai tetap terlena dengan sikap dan tindakannya, yang bahkan tidak memperhitungkan seberapa besar derita yang ditanggung yang terluka/tersakiti. Karena itu, lebih baik mencegah daripada mengobati luka kan?

Pasti ini hanya sebuah pengalaman biasa karena lagu “breaking my heart” dinyanyikan oleh seorang buta demi untuk mendapatkan belas kasihan dari para pendengarnya, tapi sungguh kata-kata ini membawa pesan moral yang sangat bagus, baik sebagai peringatan bagi mereka yang sedang menjalin persahabatan, percintaan, yang menjalani pernikahan maupun bagi para biarawan-biarawati untuk tidak melukai hati Yesus yang kita rayakan kemarin.

Baiklah setiap orang yang mendengar dan mengetahui lagu ini kembali diingatkan agar berlaku setia untuk tidak menghancurkan atau melukai lagi perasaan dan hati teman, pacar, suami-istri, orang tua maupun anak. Biarlah derita yang telah kita alami maupun yang kita buat terhadap orang lain berakhir sampai di sini, malam ini sehingga tidak menjadi akhir dari sebuah pertemanan, percintaan dan pernikahan. Biarlah kata maafmu malam datang ke hadirat hati mereka yang pernah Anda lukai. Biarlah sinar pengampunanmu malam ini mengalir deras kepada mereka yang melukaimu. Malam ini ketika Anda membaca kisah ini, tolong luangkan waktu dan dengarlah jeritan mereka yang terluka; “Don’t break my heart again”, atau ini mejadi peringatan bagimu; “Don’t break his/her/their heart again” mulai malam ini. Biarlah kebahagiaan itu menjadi milikmu selamanya bersama mereka yang Anda cintai maupun yang atas cara yang sama bahkan melebihi dari caramu mencintai mereka.

Pesanku kepadamu sebagai seorang sahabat singkat saja; “Yesus telah membiarkan Hati-Nya hancur akibat dosa-dosamu. Ia telah membiarkan Hati-Nya terluka untuk dan demi sebuah cinta,” tapi harapan-Nya hanya satu, yakni “agar kita saling mencintai dan bukan saling melukai.”


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***





AKU MENCINTAI YESUS KARENA KELEMAHAN-NYA




Kelemahan Kedua; “YESUS TIDAK TAHU MATEMATIKA”

Jika kita bertanya kepada seorang anak; Apakah 99=1, maka jawabannya pasti tidak sama, apalagi jika jawabannya 1 lebih besar dari 99. Contoh lain; Jika kamu punya 100 coin dan ketika kehilangan satu, apakah kamu harus mencarinya karena beranggapan bahwa 1 itu punya arti sama dengan 99? Karena itu, jika Yesus mengikuti ujian matematika khususnya dalam menjawab pertanyaan dalam contoh-contoh di atas maka pasti Yesus tidak akan lulus.

Hal ini sangat nampak dalam perumpamaan Yesus tentang 100 ekor domba. Hanya karena 1 ekor yang hilang, ia pun meninggalkan 99 ekor lain di padang dan pergi mencarinya sampai ia mendapatkannya. Setelah itu, ia meletakkannya di atas bahunya dan pulang dengan kegembiraan yang besar (Luk.15:4-7) Bagi Yesus, 1 sama dengan 99. Dapatkah kita menerima persamaan seperti ini? Tentunya tidak! Tetapi cinta dan belas kasihan-Nya menerima hal aneh seperti ini.

Dengan demikian, dalam perumpamaan tentang domba yang hilang, Yesus tidak pernah memperhitungkan bahaya yang mengancam 99 ekor domba yang ditinggalkan; bisa saja 99 ekor itu akan berlari menghilang di hutan belantara, atau bisa saja diterkam serigala dan singa, atau bahkan dicuri dan dibunuh oleh orang. Semuanya hanya mau mengatakan bahwa betapa besar belas kasihan-Nya kepada saudara dan saya sehingga Ia melupakan dosa-dosa kita ketika Ia mengampuni semua dosa yang telah kita lakukan. Semuanya mau mengatakan bahwa betapa berartinya kita di hati-Nya sehingga Ia meninggalkan keenakan dan kebahagiaan di Surga hanya untuk hidup bersama dengan kita, meyakinkan kita akan cinta Bapa, dan akhirnya menghantar pulang kita ke rumah Bapa di Surga. Itulah yang terjadi ketika Ia bercakap-cakap dengan wanita Samaria di sumur Yakob, atau ketika Ia mau menumpang di rumah Zakheus, atau ketika Ia tidak menghukum wanita yang kedapatan berzinah yang dibawa oleh orang-orang Yahudi kepada-Nya.

Malam ini ketika Anda membaca tulisan berserakan ini maka sadarlah bahwa Yesus sedang datang mengujungimu; memandangmu dengan sinar mata belas kasihan-Nya tanpa terlihat ada sedikit pun kemauan di mata-Nya untuk menghukummu. Ia ingin memeluk erat engkau dengan dosa-dosamu dalam pelukan kasih-Nya, terutama di dalam Hati-Nya yang Maha Kudus yang kita rayakan hari ini dengan penuh suka cita. Sungguh, seperti tadi pagi terucap dalam renungan bahwa Yesus sedang menggendongmu, maka malam ini, Ia datang kepadamu untuk memeluk erat engkau di dalam Hati-Nya yang selalu berkobar untuk mencintaimu. Wow, rasakanlah dekapan hangat Tubuh-Nya saat ini ketika Ia memelukmu. Biarlah engkau tidur dalam pelukan kasih-Nya malam ini.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

Romo Inno

AKU MENCINTAI YESUS KARENA KELEMAHAN-NYA



Kelemahan Kelima; “YESUS TIDAK MENGERTI BAIK ILMU EKONOMI MAUPUN MANAJEMENT MODEREN”

Ingatkah Anda akan cerita tentang pekerja yang diupah sama yang dipanggil untuk bekerja di kebun anggur? (Mat.20:1-6) di mana mereka semua diberi upah yang sama, yang datang bekerja dari pagi sama dengan yang bek...erja hanya sejam saja mulai dari sore hari. Jika Yesus adalah seorang manager perusahaan, sekolah atau lembaga lainnya maka pasti usaha itu akan mengalami kebangkrutan. Mengapa karena uang yang sebenarnya disimpan ternyata diberikan kepada mereka yang hanya bekerja 1 atau 2 jam di kebun anggurnya. Apakah Yesus salah membuat perhitungan? Tidak juga! Karena Ia kemudian menjelaskan bahwa “Bukankah Aku bebas menggunakan apa yang menjadi milik-Ku?” (Mat.20:15)

Sekarang kita bertanya kepada diri sendiri; “Mengapa Yesus memiliki kelemahan/kekurangan seperti ini?” Jawabannya sangat sederhana, karena “Dia adalah Maha Cinta.” (Yoh.3:16) Cinta sejati tidak memiliki alasan, tidak mempunyai ukuran, tidak membangun dinding pemisah, tidak memperhitungkan untung rugi, tidak bertanya siapa yang dicintai atau menuntut syarat. Semua tindakan Yesus keluar karena cinta dan belas kasihan-Nya.

Karena itu, ketika kita menyempatkan diri untuk merenungkan cinta-Nya yang luar biasa ini kepada kita, maka hati kita selayaknya dipenuhi dengan suka cita dan kebahagiaan, serta damai. Aku hanya berharap bahwa di akhir hidupku ketika kematian menjemputku, Yesus akan menerimaku sebagai yang terkecil di antara para pekerja-Nya, di mana aku diizinkan untuk melihat semua kelemahan-Nya dalam terang Allah, Bapa-Nya dan Bapaku dan Bapa kita.

Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

RENUNGAN MALAM: "MENELUSURI JEJAK ORANG KUDUS"


Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,

Sebuah kisah kecil kiranya menemani Anda sekalian malam ini. "Menelusuri jejak orang Kudus"adalah hasil refleksi perjalanan/kunjunganku ke "Melaka" (Malaka) yang terkenal dalam pelajaran sejarah sebagai "selat Melaka." Ada yang spesial di sana karena di situ pulalah tempat disemyamkannya jenasah St. Fran...siskus Xaverius yang terkenal itu.



“MENELUSURI JEJAK ORANG KUDUS”


Ada sebuah lagu rohani bagus yang syairnya kira-kira begini; “Ada satu bukit jauh dari situ...”  Ya, kalau Anda mau melancong ke Melaka (Malaka)-Malaysia, jangan pernah lupa mengunjungi“St. Paul’s Hill”  karena di atas bukit kecil di tengah kota itu terdapat reruntuhan Gereja St. Paulus yang kini menjadi obyek wisata para tourist meskipun kesannya tidak dirawat dengan baik. Menurut data sejarah yang tertulis di situ, gereja kecil ini yang sebelumnya hanyalah sebuah kapel didirikan oleh seorang kapten Portugis, namanya Duarto Coelho pada tahun 1521 sebagai tanda syukur atas keselamatannya dari serangan musuh. Berhubung karena pemerintah tidak mengizinkan gereja ini direnovasi kembali oleh uamt  Katolik setempat maka  dibangunlah sebuah gereja baru dengan nama gereja St. Fransiskus Xaverius pada tahun 1849.

Di dalam reruntuhan gereja St. Paulus di atas bukit indah itu Anda bisa melihat tempat disemayamkannya mayat St. Fransiskus Xaverius setelah meninggal di Cina. Sedangkan tempat yang ada salib kayu kecil itu adalah kawasan air laut dimana St. Fransiskus Xaverius menanamkan sebuah salib lalu meninggalkan tempat itu karena ditolak oleh penduduk Melaka pada saat kedatangannya yang  pertama (daerah sekitar itu sekarang menjadi pusat bisnis dan pertokoan yang dibangun oleh pihak pemerintah) Wow..kembali ke laptop soalnya aku bukan guru sejarah atau mentri parawisata....hehehe.

Memasuki kawasan bukit kecil nan indah itu hati dan pikiranmu sebagai seorang Katolik pasti teringat akan bukit Golgota yang jauh di sana. Kalau di bukit golgota menjadi tempat disalibkannya Sang Guru Cinta, maka di bukit Santo Paulus pernah disemayamkan seorang murid Sang Pencinta Sejati yakni St. Fransiskus Xaverius yang terkenal itu. Jejak-jejaknya adalah jejak cinta dan kesetiaan sebagai seorang murid yang sungguh mencintai Gurunya. Ia rela meninggalkan negara dan sanak keluarganya dan datang ke Melaka bahkan sampai ke Maluku hanya mau membuktikan cintanya yang berkobar-kobar kepada Dia Yang lebih dulu mencintainya. Menelusuri jejak orang kudus ini membuat kita merasa malu terhadap diri sendiri atas caranya kita beriman di dunia dewasa ini yang serba mudah tapi kadang punya banyak alasan untuk tidak melayani dengan cinta yang besar seperti St. Fransiskus Xaverius.

Kalau di bukit Golgota telah terpaku Sang Pencinta Sejati; kalau di bukit St. Paul-Melaka terlah terbaring tubuh kaku St. Fransiskus Xaverius maka detik-detik terakhir menjelang Tri Hari Suci ini kita sejenak merenung bahwa baik Yesus maupun St. Fransiskus Xaverius telah mati untuk dan karena sebuah cinta, yang bukan untuk diri mereka tetapi untuk saudara dan aku. Yesus telah mati untuk menebus dosa-dosa kita; St. Fransiskus Xaverius telah mati untuk memberi jalan dan teladan bagaimana harus membalas cinta Yesus kepada kita, maka sekarang saatnya kita merenung sejenak untuk bertanya; “Apa yang telah, sedang dan akan kuberikan kepada Yesus sebagai balasan cintaku kepada-Nya?”

Baiklah jika malam ini kita meminta rahmat khusus dari Tuhan untuk mengizinkan kita masing-masing merasakan atau setidak-tidaknya dapat memaknai peristiwa-peristiwa agung yang akan terjadi mulai dari esok sampai minggu paskah nanti. Aku mau memberitahukan dan mengingatkanmu sebagai saudara dalam Gereja yang satu, kudus, Katolik dan Apostolik bahwa“jangan pernah lewatkan perayaan-perayaan besar mulai dari kamis putih sampai minggu paskah, karena dari sanalah Anda akan mengerti tentang beberapa sakramen penting dalam Gereja Katolik, seperti  pembaptisan, Ekaristi dan Imamat, serta mengapa Yesus harus mati untuk saudara  dan aku.” Selamat menyongsong Tri Hari Suci.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

RENUNGAN MALAM: "SELALU ADA PELUANG UNTUK BERBUAT SESUATU"


Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat;

Tidak semua kesendirian itu adalah kesepian. Tidak semua ketiadaan itu adalah sesuatu yang sia-sia. Tuhan itu sungguh luar biasa ketika Ia menempatkan dalam tubuh setiap orang otak dan hati untuk berpikir dan merenung tentang cinta-Nya.

Karena itu, kisah “Selalu Ada Peluang untuk Berbuat Sesuatu” lahir... dari pengalaman hari pertama tiba di Selangor Malaysia di mana sarana internet dan televise tidak ada di tempat di mana aku menginap (maklum bangunan baru jadi belum dilengkapi dengan peralatan seperti itu) Situasi ini mau memberi pelajaran kepada kita semua bagaimana kita memaknai setiap peristiwa hidup yang kita alami. Hal ini tidak tergantung pada dimana Anda berada tetapi pada kepekaan dan kemampuanmu untuk berefleksi tentang semua yang ada di sekitarmu. 


“SELALU ADA PELUANG UNTUK BERBUAT SESUATU”

            Karena di kamar tidak ada internet maka aku mencoba untuk memasuki ruang rekreasi untuk menonton televisi atau setidak-tidaknya mendengarkan berita pagi, ternyata juga tidak ada  karena belum ada antene tv. Yang ada adalah video kalau mau nonton film atau mendengar lagu. Apakah harus mengeluh? Aku datang bukan untuk mengeluh tapi untuk menikmati hidup dan terlebih untuk melayani Tuhan selama pekan suci ini. Akhirnya aku kembali ke kamar, dan sambil mendengarkan lagu-lagu rohani di laptopku, aku menuliskan tulisan-tulisan pendek ini yang nantinya akan kubagikan kepada Anda sekalian. Ya, kadang kita harus mendapati situasi di mana kita memiliki keinginan besar untuk berbuat banyak hal tapi halangan bukan datang dari diri kita tapi dari kesekitaran kita. Pertanyaan untuk direnungkan yakni; “Apakah kita harus pasrah atas keadaan yang menghalangi kita untuk berbuat baik itu, ataukah apakah yang harus kita perbuat?”

            Seperti selalu kuingatkan kepadamu bahwa Allah kita adalah Allah Yang luar biasa. Kalau kita melihat pesawat terbang dan kita kagum akan pembuatnya; Kalau kita bisa berkomunikasi lewat handphone atau internet dan kita sungguh terkagum-kagum akan kepintaran manusia; kalau dan kalau ini dan itu, maka apa yang Anda pikirkan dan bayangkan tentang Allahmu, tentang Yesusmu, tentang Roh Kudusmu? “Bukankah Dia adalah Allah sangat kreatif melebihi segala maklum yang berkreasi? Bukankah manusia menciptakan dari yang ada dan menjadi ada, sedangkan Allah mencipta dari yang tiada menjadi ada?” Karena itu, masalahnya bukan terletak pada situasi kesekitaranmu yang menghalangimu untuk berbuat sesuatu tapi dari kemampuan dan kerelaanmu untuk berbuat sesuatu dalam keadaan yang sesulit apa pun. Bukankah Ia telah bersabda bahwa “Jika engkau percaya maka segalanya akan menjadi mungkin?” Bukankah bagi manusia selalu ada ketidakmungkinan tapi bagi Allah ada kemungkinan? Karena itu, bila Anda berhadapan dengan situasi ketidamungkinan, maka berlarilah kepada Dia yang bisa membuat segala kemungkian menjadi mungkin, segala yang mustahil menjadi nyata.

            Ini pun yang kuperbuat ketika tidak ada jaringan internet maka saat itu aku mencoba berdiam di hadirat Tuhan di dalam kamarku dan merenungi kasih-Nya kepadaku yang tak pernah berkesudahan. Bukankah karena menonton televisi dalam waktu yang panjang telah memotong waktuku untuk berdoa? Bukankah telah membatasi waktuku untuk berkomunikasi dengan orang lain di sekitarku? Bukankah setiap saat online telah membatasiku untuk pergi dan bertemu dengan orang lain yang membutuhkan bantuan dan pertolonganku? Aku sama sekali tidak mengatakan bahwa semua hal di atas tidak penting, tapi bijaksanalah dalam hal menggunakan sehingga alat-alat itu tidak menjadi tuan atasmu tapi menjadi saluran bagimu untuk berbuat baik kepada Tuhan dan sesamamu.

            Karena itu, pesanku kepadamu sebagai saudaraku; “Jika Anda mengalami saat-saat di mana rasanya Anda tidak bisa melakukan segalanya sesuai dengan rencanamu maka sadarlah bahwa saat itulah Tuhan sedang menarik perhatian, otak dan hatimu untuk dekat pada-Nya. Saat itulah saat terindah untuk melakukan apa yang bisa Anda lakukan, jika tidak untuk sesamamu maka buatlah yang terbaik untuk Tuhan. Pesan Sta, Faustina, rasul kerahiman Ilahi selalu kukenang tentang tiga tingkatan perbuatan baik; “Jika Anda tidak bisa membantu orang lain dengan materi, jika Anda tidak dapat berbicara (memberikan nasehat dan kata-kata penghiburan kepada orang lain) maka Anda bisa melakukan yang satu ini, yang tertinggi dari kedua yang pertama yakni “berdoalah.” Doa bukan sebuah perbuatan nyata seperti air sebotol dan nasi sepiring. Doa bukanlah kata-kata nasehat dan petunjuk nan bijaksana. Akan tetapi, doa adalah soal membangun relasi pribadi dengan Tuhan sebagai sumber kekuatan dan kebijakan hidup yang bisa membuatmu mampu berbuat dan berkata kepada orang lain bila ada waktu di sisa hidupmu. Dengan doa, Anda bukan menyenangkan tubuh/raga orang lain, tetapi Anda menggapai jiwa sesamamu di hadirat Allah. Dengan doa, Anda telah menyatuhkan hatimu dan hatinya di hadapan Tuhan yang adalah pemilik segala rahmat baik yang Anda mohonkan untuk dirimu sendiri maupun untuk orang lain.

            Karena itu, aku cuma berpesan kepadamu sebagai saudaraku; “Saat-saat di mana nampaknya tidak ada jalan, maka tenangkanlah hati dan pikiranmu dan datanglah kepada Allah karena Ia akan selalu menyediakan jalan di mana pun mata kemanusiaanmu tidak melihat adanya jalan, di mana otak dan hatimu tidak menemukan cara untuk berbuat baik kepada Tuhan dan sesamamu.” Lagu ini kiranya sangat bagus untuk Anda nyanyikan dan renungkan di akhir permenungan kita malam ini:

God will make a way
Where there seems to be no a way
He works in ways we cannot see
He will make a way for me

Ya, percayalah bahwa Ia selalu menyediakan jalan keluar dari setiap persoalan hidup yang Anda alami saat ini. Jika Anda telah mendoakan dan menyerahkannya kepada Tuhan, maka nasehat dari Kitab Ratapan ingin kuulangi lagi kepada Anda malam ini; “Alangkah baiknya jika kita dapat menanti pertolongan Tuhan dengan diam.” Ia pasti akan datang dengan pertolongan-Nya, tapi apakah kita mempunyai kesabaran dalam menantikan-Nya? Marilah merenungkannya agar kita pun semakin menjadi anak yang bijak dan sabar, serta tahu berterima kasih kepada Allah, Bapa kita Yang luar biasa itu. 


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

RENUNGAN MALAM: "MENJADI SALURAN"


Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat;

Kisah kecil ini muncul dan menjadi sebuah tulisan berserakan hanya karena kemacetan kran air di kamar mandiku.  

“Menjadi Saluran” hanya mau mengatakan betapa pentingnya kerelaan kita untuk memberi atau menjadi saluran berkat bagi orang lain. Bukankah hidup itu hanya berkualitas ketika saudara dan aku ...rela berbagi, atau setidak-tidaknya mampu menjadi saluran berkat bagi orang lain? 


“MENJADI SALURAN”

            Setelah beristirahat yang cukup, aku pun bangun dan mandi di kamar mandi kecil yang asri, yang dilengkapi dengan air panas. Wow, rasanya nikmat sekali mendapatkan pelayanan seperti itu. Sayangnya, saluran air panasnya mengalir dengan pelan karena tekanan airnya yang kurang kuat. Mencoba mengeluh, teringat renungan “berhentilah mengeluh dan nikmati hidup,” karena itu lebih baik menikmati saja.

            Setelah sarapan pagi dan kembali ke kamar, aku diingatkan bahwa saluran air panas yang macet itu adalah pelajaran untukmu dan saudara-saudaramu. Dirimu bagaikan saluran air tapi sadarlah bahwa engkau bukan air. Air adalah milikku karena Akulah sumber mata air itu. Bukankah Musa menyentuh dinding batu itu dan keluarlah air bagi umat-Ku Israel? Siapakah yang bisa mengeluarkan air dari tembok batu itu selain Aku sendiri sebagai Allah Pencipta segala sesuatu? Bukankah Akulah yang menyediakan air di padang gurun ketika Hagar, hamba Sara dan anaknya Ismail berteriak kehausan? Apakah engkau bisa mengeluarkan air dari padang gurun seperti itu? Lagi, Akulah yang menyediakannya untuk Hagar dan anaknya.

            Karena itu, sekali lagi kalau hidup masih terberi kepadamu, maka sadarlah bahwa itulah kesempatan bagimu untuk berbuat baik kepada Tuhan dan sesamamu. Buatlah semua itu tanpa keinginan untuk menjadi yang terkenal, bukan karena nafsu agar orang lain menghormati bahkan menyembahmu, tetapi karena kesadaran bahwa “kita ini hanya sebuah saluran kecil yang sementara dipakai oleh Tuhan untuk mengalirkan rahmat-Nya kepada orang lain di sekitar kita.” Ingatlah bahwa kita bukanlah air, apalagi sumber mata air. Kita hanyalah sebuah saluran buatan tangan Tuhan yang berfungsi atau tidaknya bukan tergantung pada diri kita sendiri melainkan pada kerelaan sang pemilik untuk menggunakan saluran yang ada pada kita. Bukankah Ia bebas menggunakan saluran mana yang Ia suka? Ini yang pasti dari Sang pemilik sumber air bahwa Ia mau menyalurkan airnya dari semua saluran yang telah Dia buat, tetapi masakah ada yang menutup lubang saluran dengan alat penyumbat sehingga air tidak bisa menembus dan mengalir melaluinya?

            Karena itu, aku hanya mengingatkanmu sebagai saudaraku; “Bersyukurlah, jika saat ini Anda memiliki sesuatu dalam dirimu; entahkah buah-buah pikiran, ide dan nasehat; Jika saat ini Anda masih kaya, memiliki uang dan material lainnya, maka sadarlah bahwa inilah saatnya di mana Tuhan sedang mengalirkan air berkat-Nya melalui engkau.” Bisa saja akan tiba saatnya di mana air tidak akan mengalir lewat saluranmu, dan saat itulah Anda akan menyesal bahwa Anda tidak menggunakan saluranmu dengan baik ketika air bebas mengalir melalui saluranmu. Selalu saja masih ada waktu bagimu dan bagiku, bagi kita semua untuk saling berbagi, dan menjadi saluran air kehidupan bagi orang lain.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

RENUNGAN MALAM: "TUNJUK AKSI RENGGUT NYAWA"


Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat;

Melakukan sebuah aksi untuk membantu orang lain yang didorong oleh motivasi yang murni, tentunya bukan hanya menjadi sebuah perbuatan baik, tetapi lebih dari itu adalah sebuah keutamaan hidup. Masalahnya akan sungguh lain jika, perbuatan baik atau  “tunjuk aksi” hanya didorong oleh keinginan untuk diliha...t dan pipuji orang.

"Tunjuk Aksi Renggut Maut” hanyalah sebuah kisah gejolak anak muda sekarang, yang atas cara lain mau mengajarkan kita tentang nilai “kejujuran diri.” Ceritanya tidak persis mengatakan tentang nilai kejujuran tapi refleksi di balik kisahlah yang harus mampu Anda tangkap untuk terapkan dalam situasi yang berbeda dalam kehidupanmu.


“TUNJUK AKSI RENGGUT MAUT”

            Perjalanan dari bandara ke paroki di mana akan saya tinggal dan melayani, melalui jalan raya yang lebar dan tertata rapih dengan lampu penerang sepanjang jalan yang membuat dini hari kemarin sungguh menjadi sebuah pemandangan yang indah. Tiba-tiba teman romo Malaysia berseru; “Inno, coba lihat aksi anak-anak muda itu?”Aku menjawabnya; “kenapa kawan?” Anak-anak muda itu sungguh keterlaluan, demikian komentarnya. Ada 4 pemuda Malaysia melaju dengan kecepatan tinggi di jalan lebar itu sambil mengendarai motor honda mereka dengan cara posisi tidur di atas badan motor. Mesin motor dikontrol hanya dengan kedua tangannya sedangkan kaki mereka terlentang mengikuti posisi tempat duduk ke arah belakang. Ya, kegiatan seperti ini tentunya menjadi kebanggaan orang-orang muda karena mereka menunjukkan kebolehan dan ketangkasannya dalam hal mengendarai motor tapi sungguh menjadi sesuatu yang menakutkan bagi orang tua atau setidak-tidak mereka yang takut. Sebagai komentar balasanku kepada teman romo itu, aku hanya menjawab; “Iya, mereka mencoba menunjukkan aksi dengan kemungkinan nyawa terenggut.”

            Bukan hanya dalam soal mengendarai motor, tapi juga dalam realitas hidup bersama, pun dalam soa cara beriman kita; Sebagian orang selalu menampilkan diri sebagai yang baik, yang kudus, yang rajin, yang cantik, yang pintar, dan macam ragam lainnya. Tentunya, kita pun tidak dengan mudahnya menghakimi tindakan mereka sebagai sesuatu yang negatif, karena tentunya motivasi setiap orang berbeda. Hanya Tuhan dan dirinya sajalah yang mengetahui mengapa ia berbuat atau mengatakan sesuatu. Akan tetapi, hal yang lebih penting adalah “bagaimana kita jujur terhadap diri sendiri, terhadap sesama dan terlebih terhadap Tuhan.” Menunjukkan keahlian dan kebolehan untuk hal penting dan baik tentunya akan menjadi sesuatu yang membanggakan, tetapi bila cuma sekedar untuk menunjukkan bahwa kita lebih dari yang lain, mengatakan bahwa orang lain tidak bisa dan hanya aku saja, maka baiklah ini pun sebuah dosa yang harus kita renungkan dan akui demi sebuah pertobatan batin di masa yang penuh rahmat ini.

            Inilah yang aku selalu yakini dan ingin kubagikan kepadamu sebagai saudaraku bahwa kita belum terlambat untuk melakukan sebuah pertobatan. Sungguh, kita belum terlambat untuk memperbaiki segala yang salah bahkan telah membuat kita melakukan dosa di masa lalu. Benarlah kata orang; “Jangan terlalu pikirkan tentang masa lampaumu karena ia telah berlalu. Jangan juga terlalu cemas akan masa depanmu karena ia belum mendatangimu. Apa yang terbaik dan harus  Anda lalukan saat ini adalah sadarlah akan apa yang ada disekitarmu saat ini, nikmatilah dan bagilah kepada orang lain secara bijak.” Inilah “kekuatan masa sekarang” (The power of now) Meskipun demikian hal yang lebih penting adalah lakukan semuanya dalam nama dan sesuai dengan kehendak Allah.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,


***Duc in Altum***

ENUNGAN MALAM: "DIBUANG SAYANG DI BANDARA NINOY AQUINO MANILA


Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,


Syukur penerbangan tertunda sejam dari jadwal yang telah diberikan. Karena itu, sambil menunggu lebih indah berbagi dengan kalian, sahabat-sahabatku dalam Gereja yang satu, kudus, Katolik dan Apostolik. Ini lebih sebagai sebuah tulisan berserakan mengusir kebosanan menunggu penundaan sehingga mungkin id...e-idenya juga tak beraturan. Aku hanya berharap semoga tulisan berserakan ini mengetuk hatimu untuk mengakui Allah sebagai Allah Yanga Maha Pengampun dan membuatmu melakukan pertobatan sebelum pekan suci yang akan kita masuki ini.


DIBUANG SAYANG DI BANDARA NINOY AQUINO MANILA


“Menikmati sesuatu adalah soal keputusan pribadi.
Saran orang hanya sebuah peringatan tapi keputusannya ada di tangan Anda sendiri.”


            Setiap kali ke dokter gigi, beliau selalu mengingatkan dua hal ini; “Father, jangan terlalu banyak merokok bahkan bila perlu hentikan kebiasaan merokok, dan kurangi bahkan lebih bagus jangan terlalu banyak konsumsi gula-gula atau yang manis-manis.” Di hadapan dokter aku selalu bilang; “Iya, dokter! Tapi setelah itu buat lagi. Ya, bukanlah perokok aktif sih, tapi pinjam istilah orang Manado; “Kalau ada tadah (Kalau ada rokok pasti berpartisipasi menghabiskannya, walaupun dari sebungkus itu bisa merokok 2 atau cukup 1 saja). Demikian pun untuk urusan coklat, gula-gula mentos atau doublemint, rasanya penggemar berat. Tadi pagi baru saja ke dokter dan setelah beliau menambal gigi yang berlubang, beliau mengulangi lagi pesan yang sama, tapi sorenya malah gula-gula mentos jadi korban lagi. Kasihan...daripada nanti rusak di kamar makanya sikat terus...enak sih. Saat menulis ini aku teringat seorang teman romo lain yang memang perokok berat; Suatu waktu suster-suster yang sudah berumur di atas 70 menawarkan kepada si romo untuk ikut bersama mereka agar didoakan oleh sekelompok orang, yang katanya mujarab doa-doa mereka. Lucunya bahwa kedua nenek suster ini justru dituntun oleh si romo ketika naik dan turun taxi ...udah tua masih paksa...heheheh....Kasihan, mereka kan cuma mau berbuat baik kepada si romo. Acara doa pelepasan pun dilaksanakan dan mereka kembali ke rumah. Setiap kali, si romo memimpin misa pagi di komunitas para suster ini, kedua suster tua ini selalu bertanya; “Bagaimana dampak dari doa pelepasan itu, romo?” Memang dasar romo nakal, ia menjawab; “Wow, luar biasa biasa hasilnya...lihat aku ngga merokok lagi! padahal ketika kembali ke tempat kost seperti gerbong kereta api. Memang beliau terkenal sebagai perokok ulung; Bisa menghabiskan 3-4 bungkus dalam sehari, walaupun itu rokok dengan merek yang berbeda.

            Kemarin di MIK pun ada diskusi menarik tentang dosa; Ada yang bilang; “Romo, biarpun telah mengaku dosa tapi setelah itu buat dosa lagi.” Kira-kira para romo itu stress ngga ya kalau dengar  banyaknya dosa yang disebutkan oleh umat. Aku cuma menjawab singkat; “Stress bukan karena banyaknya dosa yang disebutkan, tapi karena engkau tidak mendengarkan nasehat para romo dan berdosa lagi dan lagi.”  Ia pun menjawab: “Tapi, kan kita manusia?” Aku menjawabnya; “Iya, pasti Tuhan mengerti kemanusiaanmu makanya sakramen pengakuan dosa ada di dalam Gereja-Nya.” Sayangnya, (nih..soal remote control muncul lagi...moga tidak bosan dengar)  banyak orang tidak menyadari bahwa remote kontrolnya sementara rusak. Kalau tidak menyadarinya, bagaimana mungkin bisa ke bengkel kamar pengakuan dosa? Terhadap ini ingin kutegaskan bahwa; “Kamar pengakuan bukan menjadi tempat di mana kita terlena untuk setiap kali berdosa dan akan ke sana, tapi itu adalah ungkapan terdalam dari Hati Allah yang berbelas kasih kepadamu.” Coba bayangkan: “Anda berdosa berbulan-bulan bahkan bertahuan-tahun tapi ketika Anda datang ke sana, dosamu yang banyak dan bertimbun-timbun itu diampuni dalam sekejab saja.”Aku pernah mengatakan tentang ini tapi sekarang mau mengingatkanmu lagi sebagai saudaraku; Mereka yang memiliki kedalaman hidup rohani meyakini bahwa Allah itu sungguh menjadi Allah dalam arti yang sebenarnya karena “Kerahiman atau Belas Kasihan-Nya.”  Data Kitab Suci sendiri melaporkan sifat Allah yang satu ini dalam beberapa perikopnya, seperti “Sang Bapa yang berlari memeluk si bungsu yang telah kembali, gembala yang pergi mencari seekor domba yang sesat, Yesus yang tidak menghukum wanita yang kedapatan berbuat zinah, atau pun ketika Yesus sendiri menyerukan pengampunan kepada para algojonya.

            Seiring dengan pengumuman bahwa pesawat akan berangkat maka saya mau mengajak Anda sekalian untuk terbang meninggalkan masa lalu kita yang penuh dosa, dan berpaling kepada Allah Yang senantiasa menanti kita sampai kapan pun. Seperti sakit yang kita dapat karena banyak kali disebabkan oleh ketidakmampuan kita untuk mengontrol apa yang kita inginkan seperti makan minum, demikian pun dosa muncul karena ketidakmampuan kita untuk mengontrol nafsu dan keinginan hati dan otak kita. Semoga di hari-hari terakhir menyongsong pekan suci yang akan datang, kita pun berbalik kepada Allah dengan tobat dan sesal yang sungguh. Aku hanya membisikan padamu bahwa “Allah masih duduk di sana menantimu. Jangan pernah remehkan kuasa pengampunan yang diberikan oleh para imam di kamar pengakuan, karena sesungguhnya, Allah sendiri yang akan berkata kepadamu; “Dosamu telah diampuni, putra/putrid-Ku. Pulanglah, dan jangan berdosa lagi.”


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,




***Duc in Altum***

RENUNGAN MALAM: "SETANGKAI MAWAR UNTUK BUNDA"


Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,

Capai juga kalau separuh waktu hari ini membantu teman urus tiket dan hal-hal lain untuk kepentingan penelitian di Indonesia. Baru kembali ke tempat kost dan pasti tidak sempat lagi buat tulisan baru. Karena itu, sebuah tulisan kecil yang tahun lalu kubuat dalam kunjungan ke gua Maria di kota dingin Bagu...io-Filipina menjadi bahan permenungan kita malam ini.


"SETANGKAI MAWAR UNTUK BUNDA"


Yang muda berlari terengah-engah ke hadapan Bunda;
Yang tua berjalan santai sambil mendaraskan “Hail Mary”Semuanya berarak ke hadirat Bunda Groto dengan setangkai mawar dan sebatang lilin di tangan”


          Itulah sepenggal kisah anak-anak Bunda yang datang ke Gua Maria di Baguio, kota dingin di pegunungan, yang ramai dikunjungi oleh orang-orang Manila ketika summer tiba. Gua Maria ini terletak di atas sebuah bukit kecil yang indah, yang darinya kita bisa menyaksikan kota Baguio yang indah di waktu malam karena bangunannya yang bersusun bertingkat mengikuti kondisi tanahnya yang berbukit dan berlembah, yang dibangun oleh para pastor Serikat Jesus (SJ) pada tahun 1907 dengan nama “OUR LADY OF LOURDES GROTO for The Glory of God.”

          Perjalanan mengasyikan bersama teman-teman di musim summer mengililingi kota Baguio dengan udara sejuk dan dingin sungguh menjadi surga bagi setiap orang yang datang dari kota Manila yang panas menyengat. Ketika raga telah lemah dan kemauan mengendor, sang sopir menawarkan kepada kami berempat untuk mengunjungi gua Maria ini. Awalnya terasa berat tapi seorang teman mengusulkan agar lebih indah dan lengkap perjalanan kita hari ini bila berhenti sejenak untuk melaporkan kepada Bunda dan meminta bantuan doanya. Akhirnya, taxi pun berhenti di dekat tempat berdirinya Bunda karena kami tidak mampu lagi untuk menaiki ratusan anak tangga dari tempat masuk sampai ke hadirat Bunda.

            Beragam pola tingka laku anak-anak Bunda terlihat dari sikap yang ditunjukkan oleh setiap orang yang datang ke sana; yang muda dengan kekuatannya berlari dengan setangkai mawar di tangan mencoba menjadi yang pertama hadir di hadapan Bunda, sementara yang tua dengan lilin dan mawar di tangan berjalan perlahan sampai ke puncak; yang merasa berdosa berjalan sambil sesekali mengangkat muka melihat kecantikan dan keibuan Bunda, sementara yang merasa kudus berjalan santai menuju Bunda. Semuanya datang ke hadirat Bunda tanpa pemeriksaan satpam seperti ketika Anda memasuki tempat-tempat umum di kota Manila. Pemandangan ini seakan mengatakan bahwa siapapun Anda, apapun dosa-dosa Anda tapi Bunda Maria tetap mau menjadi Bunda untukmu. Entahkah kehadiranmu tanpa mawar dan lilin; entahkah kehadiranmu untuk berdoa atau sekedar hanya berkunjung tapi Bunda takan pernah menolakmu. Kendatipun tangannya terkatup rapat di dada tapi hatinya tetap terbuka untuk dan bagi setiap orang yang datang kepadanya. Senyum keibuannya tetap terpancar dari wajahnya yang cantik mempesona seakan mengatakan; “Jangan takut! Akulah Bundamu.”

            Apa yang terjadi dengan Bunda Groto adalah kendatipun musim berganti musim, tahun berganti tahun dan generasi berganti generasi tapi ia tetap berdiri diam di sana untuk selamanya. Ia memang hanyalah sebuah patung buatan karya tangan anak-anaknya namun diamnya mengatakan banyak hal kepada yang datang kepadanya. Sejenak aku berdiri terpaku menatap Bunda dari kejauhan karena tak mampu mendekati tatapan mata sucinya, aku menuliskan kata-kata ini: “Ia diam tapi kenapa mereka tetap datang kepadanya? Apa yang terjadi nanti bila ia mau berbicara? Tapi biarlah ia tetap diam agar mereka tetap mencari mendengarkan suaranya. Suara yang tak terdengar oleh telinga anak-anaknya, melainkan hanya didengar di kedalaman hati mereka.”

          Setelah kembali ke penginapan, sadarlah aku bahwa hari ini adalah tanggal 1 Mei, awal bulan yang didedikasikan untuk Bunda. Suatu kesempatan yang diberikan oleh Gereja kepada umatnya untuk menjalin kasih dengan Bunda mereka, Maria. Ya, walaupun keberadaannya belum diakui sepenuhnya oleh mereka yang menamakan diri sebagai pengikut putranya, Yesus, namun itu takan mampu menghapus kenangan sebagian besar orang tentang pertolongan Bunda; Walaupun rupanya digambarkan dalam beragam tipe mengikuti adat dan tradisi setiap bangsa, namun ia hanyalah satu, yakni Bunda Maria, Bunda Yesus dan Bunda kita; Walaupun bentuknya berubah sesuai dengan tempat yang dibangun untuknya tapi jiwa keibuannya tetap sama sepanjang masa. Pertolongan dan kehangatan pelukan kebundaannya tetap dirindukan oleh setiap orang selama hidupnya.

            Ya, “Our Lady of Lourdes Groto” telah kutinggalkan, namun pertemuan dengan Bunda tetap menjadi kenangan yang tak terlupakan sepanjang hayatku. Aku menyadari bahwa sampai saat ini aku belum menjadi anak yang baik dari Bunda, tapi kutetapkan niat dalam hatiku bahwa suatu saat aku akan menjadi anak kebanggaan Bunda. Aku hanya berharap semoga kenangan indah bersama Bunda Groto akan selalu mengingatkanku setiap saat, dalam situasi apapun yang kualami agar selalu datang kepada Bunda dan merasakan dekapan mesra pelukan Bunda. Kata boleh tak mampu melukiskan, cerita boleh berakhir karena kehabisan ide tapi apa yang kurasakan bersama Bunda Groto tetap tinggal lestari dalam nubariku. Aku hanya berujar lembut kepada Bunda: “Doakanlah aku anakmu, Bunda. Peluk eratlah aku, anakmu di dalam mantol birumu setiap saat aku bersedih karena duka dan nestapa hidupku. Aku yakin dan percaya bahwa Bunda tetap bersamaku sampai akhir hidupku. Amin.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

RENUNGAN MALAM: "DAN AKU PUN JADI KORBAN"


Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat


Tidak bermaksud mengatakan bahwa kita tidak perlu makan atau minum, kita tidak perlu memelihara dan merawat tubuh kita, tapi baiklah kita lakukan semuanya itu dengan bijaksana sehingga hidup kita pun sungguh menjadi persembahan indah kepada Sang Pencipta kelak.

... "Dan Aku pun Jadi Korban,”  hanya lebih sebagai sebuah ajakan untuk menggunakan otak dan hati kita dengan baik dan benar, karena sesungguhnya merekalah alat control canggih sebagai pemberian istimewa dari Sang Pencipta kepada kita masing-masing. Sayangnya, entahkah remote itu sementara rusak atau memang enggan digunakan oleh pemiliknya, orang lain pun tak tak tahu, hanya engkau dan Penciptamu sendiri mengetahuinya.          


“DAN AKU PUN JADI KORBAN”


           Kita harus mengakui bahwa dunia ini panggung sandiwara, dan para pemerannya adalah saudara dan aku. Atau hidup kita laksana kertas putih yang diserahkan oleh Tuhan kepada kita dengan pensil berwarna, dan Tuhan membiarkan kita menggambar sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kalau memang demikian, mengapa ketika ada kesalahan dalam memerakan sandiwara atau ketika gambar kita kurang menarik, bukannya diri kita yang dipersalahkan malah kita dengan seenaknya mempersalahkan sang sutradara atau pemberi buku dan pensil berwarna? Ya, memang benarlah kata Yesus; “setitik debu di mata saudara bisa kita lihat tapi balok di mata sendiri, dianggapnya penghias mata sehingga tidak mau dihilangkan.”
         
             Hobby minum kopi rasanya  tidak bisa hilang; entahkah merek apa lagi yang belum kucoba di starbucks, tapi rasanya tidak ada lagi yang baru. Bahkan temanku di Jakarta biasanya mengirimkan kepadaku “kopi cap singa” (wow bisa mangsa orang lain ni) dengan pesan;“Romo, harap buka bungkusannya baik-baik karena ada hadiah uang.” Biasanya dari 20 bungkus, syukur ada seribu rupiah atau dua ribu, tapi kadang juga cuma dapat tulisan “Anda belum beruntung. Coba lagi!” Ya, aku mencoba terus untuk mendapatkan hadiah ratusan juta, namun tanpa terasa uang temanku habis hanya karena pengaruh iklan itu. Demikian pun, minuman-minuman lainnya dengan kemasan dan tawaran yang menggiurkan semakin merajai dunia kita dewasa ini.

            Mulai akhir tahun 90-an sampai sekarang, dunia perdagangan ramai mempromosikan slogan seperti "Three in One" khususnya untuk saset minuman yang di dalamnya telah tercampur gula, kopi dan susu. Hati terpengaruh dari apa yang kita dengar (telinga); apa yang kita lihat (mata) dan apa yang kita pikirkan (otak) sehingga akhirnya isi dompet (uang) pun dikeluarkan demi mendapatkan bungkusan minuman berlebel "three in one." Bukan hanya di warung-warung kopi, restoran-restoran atau rumah-rumah umat bisa ditemukan minuman seperti ini, tapi  juga di rumah-rumah biara para imam, suster dan di pastoran-pastoran pun tak mau ketinggalan menyediakan minuman seperti ini dalam beragam merek. Minuman-minuman ini lalu menjadi konsumsi tetap kaum berjubah (imam dan suster) sampai sekarang ini (Pasti tidak semua doyan)

             Bukan hanya dalam soal minuman. Soal kelangsingan dan keseksian tubuh, serta kecantikan dan ketampanan  pun menjadi tawaran yang menggiurkan; Obat semahal apa pun harus dibeli dan diminum agar langsing; alat dan ramuan kecantikan yang berharga  di atas ratusan ribu bahkan jutaan pun tak ketinggalan untuk didapatkan. Pokoknya mata melihat dan tergoda, otak berpikir terus tentang bagaimana mendapatkannya, dan hati mulai terpesona untuk segera menggunakanya sehingga isi dompet pun mulai dikeluarkan untuk hal-hal seperti itu.

             Menjadi bahan permenungan bagi kita di malam ini bahwa “kalau dalam soal Ekaristi; Tuhan dikorbankan lagi maka pasti dalam hal seperti ini, kita harus jujur mengakui bahwa; “Kita mengorbankan diri sendiri karena  nafsu dan keinginan yang tak  terkontrol.” Dalam sebuah renungan sebelumnya aku pernah mengatakan; “Tuhan menciptakan kita dengan keinginan tapi Ia juga memberikan kepada kita “remote control” yakni “hati dan otakmu.” Bukankah akar dosa seperti disebutkan dalam renungan pagi adalah “otak dan hati” kita yang tidak bisa berfungsi dengan baik dan benar? Pasti semua orang punya romote kontrol; entahkah remotenya sementara rusak atau memang ada tapi enggan digunakan, namun yang pasti bahwa ketika “kita mengorbankan diri sendiri” atau menjadi korban dari iklan-iklan komersial dari perusahaan-perusahaan itu maka rasanya kita terlalu berlebihan dalam peran yang kita mainkan atau kita salah mencampur warna sehingga gambar kita pun kurang sedap dipandang mata (Wow....perusahaan kencantikan “Martha Tilaar” bisa bangkrut ni..hehheheh...) Aku tidak mengatakan bahwa minum atau makan, urusan perawatan tubuh dan kebutuhan lainnya tidak penting, tetapi hendaklah kita bijak untuk menjadi pemain sandiwara yang baik, menjadi sorang pelukis yang sederhana, dan terlebih baiklah kita menggunakan segala yang Tuhan berikan kepada kita sesuai dengan maksud-Nya Sang Pencipta, setidak-tidaknya bukan untuk diri kita sendiri tapi juga untuk orang lain yang membutuhkan bantuan dan perhatian kita.

              Karena itu, malam ini aku datang lagi kepadamu sebagai saudara dan sahabatmu untuk  membisikan yang satu ini di telingan dan hatimu: “Jika Anda mempunyai uang; Anda bisa membeli perlengkapan dan perhiasan apa saja dan meletakan di rumahmu; Anda boleh membeli  apa saja yang bisa membuatmu tubuhmu kelihatan cantik dan anggun; Akan tetapi jangan lupa yang satu ini: “Hiasilah  jiwamu dengan kebaikan dan cinta kepada Tuhan dan sesama, karena hanya jiwa kitalah yang akan kembali kepada Sang Pencipta suatu saat nanti.”


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

RENUNGAN MALAM: "PERCAYALAH, AKU ADA DI SINI"


Sapaaan seorang sahabat untuk para sahabat,
                   
Maaf bila renungan malam hadir lebih awal. Aku harus pergi misa sore/malam sehingga pulangnya pasti di atas jam 8 untuk bisa mendapatkan warnet di pusat kota. Karena itu, daripada nanti ada yang menunggu lagi maka sebaiknya aku posting renungan lebih awal untukmu. Harap setelah misa ak...u  punya waktu untuk menjawabmu bila ada pertanyaan atau mohon pencerahan lebih lanjut.
  
Masih lagi seputar Ekaristi; “Percayalah, Aku Ada di sini, adalah hasil relfleksiku dua tahun lalu ketika mengikuti retret 30 hari ala St. Ignasius di sebuah rumah retret milik SJ di pinggiran kota Manila. Apa yang aku yakini bahwa ketika Anda memadang dengan hati Tabernakel atau hosti yang diangkat oleh imam dan yakini bahwa Ia sungguh di sana, maka Ia akan menyapamu di kedalaman hatimu. Sungguh, Aku Ada di sini, dan engkau pun akan mengakui bahwa Ia ada di sana.”



“PERCAYALAH, AKU ADA DI SINI”


Kawan, hari ini aku datang lagi dalam diam dan tinggal di hadirat-Nya untuk merenungkan tentangmakna sakramen Imamat bagiku.  Aku mencoba untuk merenungkan hakekat sakramen imamat yang agung nan indah itu. Kalimat Yesus dalam perjamuan terakhir datang dalam kesadaranku sebagai berikut :"Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu. Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu. Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Daku."(Luk 22 : 14- 23).

Kawan, aku mencoba dan mencoba mengaitkan kehadiran kata-kata indah ini dengan sakramen Imamat yang telah kuterima dengan suka cita selama lebih dari 7 tahun. Penjelasan yang kemudian muncul dalam kesadaranku bahwa "Inilah Tubuh-Ku" dan bukan inilah lambang Tubuh-Ku. Ini juga yang pernah dikatakan kepada para murid-Nya ketika Ia mengajar mereka tentang roti yang hidup. Bahwa daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.(Yoh.6: 25-59). Yesus mengatakan ini sebagai sebuah kebenaran dan Ia mengajarkan dengan sungguh-sungguh kepada para murid-Nya. Kemudian dalam (Yoh. 6 : 60 - 66)  setelah mendengarkan ajaran seperti ini banyak murid mengundurkan diri.Seandainya maksud kata-kata Yesus hanya sekedar sebagai lambang, maka tentunya ketika banyak murid mengundurkan diri, Ia akan memanggil kembali mereka dan mengatakan bahwa "jangan pergi karena Aku hanya bercanda. Ini hanya lambang saja. Tapi Ia tak pernah mengatakan seperti ini kan? Artinya, ketika kita merayakan ekaristi dengan menggunakan roti dan anggur, kita harus percaya bahwa roti dan anggur yang fana itu telah berubah menjadi  Tubuh dan Darah-Nya. Dengan kata lain mau dikatakan  bahwa se-fana apapun roti dan anggur itu pada dirinya, tapi ketika dikonsekrasikan oleh imam di altar(karena sakramen imamat), maka roti dan anggur yang fana itu telah berubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus sendiri.

Aku lalu bertanya, apa kaitanya dengan sakramen Imamat yang atas refleksi Gereja diberikan kepada segelintir kaum lelaki yang dalam kerapuhan dan kelemahan karena dosa-dosa mereka, dilayakkan untuk menerimanya? Dalam konsekrasi si imam berkata, "Inilah Tubuh-Ku, inilah darah-Ku."  Hal ini bisa dimengerti dalam 2 cara, yakni : pertama, "Ku" menjelaskan tentang pribadi Yesus karena kalimat itu diawali dengan introduksi sebagai berikut "...pada malam sebelum sengsara, Ia mengambil roti dan anggur.... namun di lain pihak ketika sang imam mengulang kata-kata itu, "Ku" juga bisa dikenakan kepada pribadi imam yang mengucapkannya. Artinya, si imam yang melakukan tindakan pengulangan dalam ekaristi telah menyatuh dengan DIA yang memerintahkan agar tindakan itu diulangi. Si imam yang lemah dan rapuh karena dosa-dosanya tidak mampu menguduskan roti dan anggur yang fana itu menjadi Tubuh dan Darah Yesus, melainkan Yesus sendirilah yang menguduskan Diri-Nya lewat kata-kata sang imam. Inti dan hakekat sakramen imamat adalah  tindakan pengorbanan.  Si imam yang lewatnya, sakramen ini ( Tubuh dan Darah Yesus) dikuduskan, melakukan tindakan pengorbanan (sakramen imamat) dan umat yang menerimanya akan dikuduskan karena sakramen ini. Inilah keindahan sakramen imamat bahwa kita (para imam) yang lemah dan rapuh karena dosa-dosa, dilayakkan oleh Dia yang kudus untuk menguduskan umat. Bayangkanlah betapa kasih-Nya yang luar biasa itu tercurah kepadamu dalam kerapuhan dan kelemahan karena dosa-dosamu. Kita dalam keberadaan kita, tidak bisa melayakan diri kita sendiri untuk menjadi imam-Nya, tapi hanya karena kasih sayang-Nya yang melampaui dosa-dosa kitalah, yang melayakkan kita untuk menerima sakramen yang agung dan mulia itu.

Selanjutnya kawan, aku tergoda untuk bertanya, kalau sakramen itu mempunyai daya untuk mengubah  setiap orang yang menerimanya, terutama para imam yang lewatnya roti dan anggur yang fana itu berubah menjadi  Tubuh dan Darah Yesus, mengapa banyak orang (terutama) para imam tidak berubah dalam sikap dan tingkah laku mereka? Suara balasannya sebagai berikut: “Engkau bukanlah hewan atau tumbuhan yang tidak mengerti atau tidak mampu membuat pilihan atas apa yang Kutawarkan kepadamu. Engkau adalah ciptaan yang mempunyai kebebasan untuk memilih. Engkau tidak berubaha karena engkau memilih untuk tidak berubah. Kehendak bebasmu untuk memilih, itulah yang menentukan berubah atau tidaknya engkau dalam hidupmu.”

Kawan, biarpun Ia masuk setiap hari dalam tubuh dan jiwa kita, tapi jika kita tidak bereaksi atas kehadiran-Nya maka roti dan anggur itu tetap menjadi barang yang fana dalam pemaknaan. Sebaliknya, jika kita bersedia untuk berubah maka betapa indahnya kehadiranmu bagi mereka yang berada di sekitarmu. Apa yang digambarkan oleh St. Paulus dalam suratnya kepada umat di Korintus kiranya bisa menggambarkan hal ini bahwa berkat atau tidaknya sakramen itu dalam jiwamu tergantung pada sikap hatimu untuk menerimanya(1Kor.23-25). Bayangkanlah, seandainya setiap orang yang menerima Tubuh dan Darah Yesus  setiap hari (setiap minggu) mau berubah, dan menjadi lemah lembut seperti DIA, maka betapa indahnya dunia ini menjadi tempat yang layak bagi setiap insan untuk dihuni. Kehadiran-Nya mau memberikan kelegaan dan menggantikan hatimu yang membatu dengan yang lembut(Yeh. 36 : 26).

Kawan, apa yang harus kita perbuat sekarang? Percayalah bahwa DIA sungguh Ada di dalam roti dan anggur yang fana itu; bukan hanya sekedar sebagai lambang  melainkan Dia benar-benar ADA dan HADIR ketika kita merayakannya sebagai sebuah tindakan pengenangan akan Dia, terutama ketika Hosti Kudus itu masuk kedalam mulutmu. Kita berubah karena kita percaya. Sebaliknya, Ia tidak bisa mengubah kita bila kita sendiri memutuskan untuk tidak berubah. Semoga sharing hari ini menghantarmu untuk membuka hati dan menerimanya, mengizinkan Dia untuk mengubahmu sesuai dengan kehendak-Nya.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

RENUNGAN MALAM: "KETIKA TUHAN DIKORBANKAN LAGI"


 Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,

Maaf karena baru pulang misa sore/malam sehingga renungannya agak terlambat menyapamu. Kuharap Anda tidak bosan membacanya karena ini lebih sebagai sebuah refleksi dan sharing pribadi tentang Sakramen Imamat dan Ekaristi yang menyatuh dalam diri seorang yang tertahbis menjadi imam. Akan tetapi tuli...san ini juga lumayan panjang.

                 Pertama-tama dari lubuk hatiku yang paling dalam aku mau memohon maaf kepada teman-teman romo di mana saja Anda berada, terutama yang sempat membaca tulisan ini, yang lebih sebagai sebuah sharing pribadi tentang apa yang menjadi tugas utama kita para imam, yakni “kita ditahbiskan untuk merayakan Ekaristi.” Sama sekali tidak terlintas dalam pikiran dan hatiku untuk menyombongkan diri dengan menceritakan kekurangan teman-teman, tapi apa yang kuharapkan dari teman-teman romo maupun umat yakni kita saling membantu mengingatkan satu sama lain agar benar-benar menghayati Ekaristi di dalam kehidupan kita sebagai umat Katolik.
 
              Ini adalah sebuah tulisan lama tapi karena tema permenungan kita masih sekitar Ekaristi maka biarlah kita semakin mendalami makna Ekaristi dalam hidup kita sebagai orang Katolik. Baiklah jika tulisan ini Anda kirim kepada teman-teman calon imam (para frater) untuk menjadi sebuah bahan pembelajaran dan peringatan dini untuk mereka.


 “KETIKA YESUS DIKORBANKAN”

Pengantar 
   
            Rasanya sudah lama situasi ini memendam dalam kalbuku dengan harapan bahwa suatu saat luka ini terambil dari padaku tapi nyatanya "luka baru selalu tergores di atas luka lama." Sebagai seorang imam sebenarnya sangat tidak etis bila keburukan teman di gembar-gemborkan ke hadapan umum, tapi bila sesuatu yang akan terungkap menjadi sebuah "pembelajaran" maka mungkin bisa dimengerti dan dipahami dari dan dalam konteks itu. Judul sharing di atas KETIKA TUHAN DIKORBANKAN lebih menjadi sebuah permenungan kecil sebagai seorang imam tentang “penghayatanku terhadap Ekaristi dalam hubungan dengan Sakramen Imamat dalam kehidupanku sebagai seorang imam.”

            Adapun realitas yang melatar-belakangi sharing ini adalah gejala bahwa banyak imam (atau setidak-tidaknya dalam jumlah yang terus bertambah) tidak melihat dan memandang Perayaan Ekaristi sebagai sesuatu yang penting dalam kehidupan imamatnya lagi. Ekaristi menjadi sesuatu yang hanya bersifat wajib ketika dirayakan pada hari minggu bersama umat, sedangkan hari-hari biasa adalah urusan pribadi sang imam dengan Tuhannya sehingga apa yang diserahkan kepada pribadi kadang dan banyak kali bersifat "fakultatif" untuk dirayakan, dan itu sangatlah tergantung pada situasi hati sang imam. Dalam konteks inilah, saya mencoba merangkaikan apa yang ada di dalam pikiran dan hatiku dengan kenyataan yang setidak-tidaknya kutemui selama 9 tahun menjadi seorang imam dalam sebuah sharing (tulisan) tentang makna Perayaan Ekaristi bagi hidup seorang imam.

Sakramen Ekaristi dan Imamat : Dua dalam Satu atau Dua  menjadi Satu. 

          Keterkaitan antara 2 sakramen ini sebenarnya sangatlah erat karena hanya seorang imamlah (karena imamatnya-lah), yang diperkenakan oleh Tuhan untuk memimpin (mengkonsekrasikan) hosti dan anggur yang fana menjadi Tubuh dan Darah Kristus (Sakramen Ekaristi). Dengan kata lain bahwa hakekat sakramen Imamat adalah melayakkan (mengizinkan) seseorang untuk memimpin perayaan Ekaristi di mana di dalamnya terjadi perubahan dari hosti dan anggur (bahan duniawi) menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Dengan demikian, dalam realitas terdapat 2 sakramen yang berbeda tapi telah menjadi satu dalam diri seorang yang tertahbis, yakni imam. Artinya, tahbisan yang diterima oleh seseorang (romo) dimaksudkan untuk merayakan Ekaristi setiap hari  baik dengan ataupun tanpa umat (Meskipun dalam rumusan hukum Gereja perayaan Ekaristi hanya dianjurkan secara tegas). Tugas seorang romo adalah merayakan Ekaristi setiap hari (tentunya itu tidak dimaksudkan bahwa pelayanan sakramental lain tidak penting). Apa yang kumaksudkan di sini bahwa  merayakan Ekaristi setiap hari adalah sangat penting (karena menjadi kekuatan bagi sang imam) untuk melakukan pelayanan lain. Itulah sebabnya dalam Lumen Gentium (Terang Bangsa Bangas) –Dokumen Konsili Vatikan II), dikatakan bahwa  “Ekaristi adalah SUMBER dan PUNCAK  hidup orang kristiani.” Kalau Ekaristi menjadi sumber dan puncak hidup kristiani maka hendaknya itu dirayakan setiap hari agar menjadi kekuatan bagi umat (Sayangnya, umat tidak diberi hak untuk memimpin dan merayakannya untuk diri mereka sendiri...beda dengan para imam). Tugas inilah yang dipercayakan kepada para imam karena sakramen Imamat yang diterimanya.

              Pemahaman di atas seiring dengan apa yang Yesus katakan kepada para murid-Nya dalam malam Perjamuan Terakhir; "Buatlah ini menjadi kenangan akan Daku" (Luk.22:19-20). Pertanyaannya; “Apakah kita hanya mau mengenangkan Dia pada hari minggu saja? Bagaimana dengan hari-hari lain?” Sedemikian sibukkah kita sehingga biarlah hari-hari biasa kita melupakan Dia untuk sementara waktu dengan catatan bahwa pasti kita merayakan Ekaristi sebagai kenangan akan Dia pada hari minggu? Kalau pandangan seperti itu masih ada dalam pikiran umat mungkin masih bisa dimengerti karena di satu pihak, mereka belum mengerti secara tuntas akan peranan sakramen Ekaristi sementara di lain pihak, walaupun ada kerinduan yang besar dalam hati mereka (umat) namun dalam diri mereka sendiri tidak terlekat "hak" seperti para imam untuk merayakannya. Kerinduan yang menggebu-gebu untuk menerima Ekaristi setiap hari tumbuh secara subur dalam diri orang-orang kudus teristimewa Sta.Therese dari kanak-kanak Yesus dan Sta. Fautina (Rasul Kerahiman Ilahi) ya mempunyai kerinduan yang besar untuk kalau bisa mereka tidak melalaikan satu hari pun tanpa merima sakramen Ekaristi. Menurut mereka; “Menerima Komuni Kudus adalah meneriman Yesus sendiri. Merayakan atau menghadiri Ekaristi setiap haria adalah cara mereka untuk  mengundang dan membiarkan Yesus merajai pikiran dan hati mereka sehingga ini akan menjadi kekuatan dalam melaksanakn tugas-tugas di hari yang akan mereka lalui.” Tapi apa yang terjadi jika sang imam sendiri tidak menganggap Ekaristi harian "kurang" bahkan “tidak” penting? (Maaf karena waktunya saja yang berbeda tapi hakiki perayaan Ekaristi tetap sama untuk setiap waktu dan hariApa saja kenyataan dan pandangan para imam tentang Ekaristi?

Ekaristi dalam Realitas Kehidupan Para Imam
    
             Maaf kalau apa yang akan kujelaskan di bawah ini seperti menjadi gejala umum tapi setidak-tidaknya itulah sekelumit pengalaman yang telah kutemui dalam perjalanan hidupku sebagai seorang imam yang tentunya tidak luput dari salah dan dosa. Aku ditahbiskan pada tahun 2001 dan langsung ditempatkan sebagai bendahara di Seminari Menengah St. Yudas Thadeus di Ambon. Setelah dua tahun bekerja di sana, Uskup menugaskanku sebagai asisten ekonom (bendahara keuskupan) selama 1 tahun. Dan, 2 tahun selanjutnya aku menerima jabatan sebagai ekonom kepala di Keuskupan Amboina. Setelah itu, awal tahun 2007 aku mendapatkan tugas mengikuti kursus dan belajar di Manila sampai sekarang....rupanya sudah menjadi tuan tanah di Manila nih. Penjelasan ini hanya mau mengatakan kepadamu bahwa karena tugas-tugas itu aku mempunyai banyak kesempatan untuk mengunjungi biara dan pastoran sehingga kebenaran akan apa yang nantinya kutuliskan bisa dipertanggung jawabkan.

              Pertama-tama, aku tidak menempatkan diriku sebagai yang terbaik di antara teman-teman para imam (Maafkanlah aku, saudaraku para imam). Tapi dalam satu hal ini; kesadaran untuk menempatkan Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan seorang imam, betul-betul telah kuusahakn melalui proses yang panjang. Aku tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran dan hati teman-teman terhadap Ekaristi,  tapi bagiku; “Ekaristi hanya bisa menjadi sumber dan puncak kehidupanku sebagai seorang imam ketika aku bisa merayakannya setiap hari. Bagaimana mungkin aku mengakui dengan bibir kebenaran ini tapi dalam kenyataannya aku lalai untuk merayakan Ekaristi setiap pagi/hari?”  Apa yang kualami dalam kunjungan ke pastoran-pastoran, biara, ataupun tempat hidup bersama para imam seperti rumah keuskupan, rumah imam projo dan lain-lain, sungguh menjadi sesuatu yang sangat bervariasi dalam kenyataannya, terutama dalam penghayatan para imam terhadap Ekaristi. Tak dapat disangkal bahwa tidak semua imam, tapi ada saja yang terjadi bahwa Ekaristi hanya diabaikan karena alasan-alasan pribadi semata. Kenyataan-kenyataan ini sering kutemukan dalam kehidupan bersama;
  • Ada imam yang merayakan/hadir dalam perayaan Ekaristi hanya karena ada Uskup/superior atau pimpinan. Jadi, Ekaristi itu (kehadiran Tuhan) ditentukan oleh kehadiran para pimpinan. Ketika pimpinan/uskup tidak berada di tempat maka TUHAN LALU DIKORBANKAN.
  • Yang lain karena alasan nonton atau belajar sampai larut sehingga tidak bisa bangun untuk merayakan/hadir dalam Ekaristi. (Kalau tahu bahwa Anda mengalami kesulitan untuk bangun, kenapa musti nonton atau belajar sampai larut?) Ada yang lebih senang duduk berjam-jam di hadapan televisi atau komputer daripada menghabiskan waktu setengah jam tiap hari untuk hadir/merayakan Ekaristi. Sungguh, TUHAN DIKORBAKAN LAGI karena kepentingan diri kita.
  • Yang lain lagi merasa bahwa Ekaristi bukan segala-galanya, karena masih ada hal lain yang harus dilaksanakan daripada merayakan Ekaristi. Terkadang bahwa ada yang tidak hadir dalam Ekaristi pagi tapi ketika datang waktu makan, mereka malah beramai-ramai datang ke meja makan. (Memang karena hosti dalam Ekaristi tidak mengenyangkan perut bila dibandingkan dengan nasi sepiring) Sungguh, TUHAN DIKORBAKAN LAGI hanya karena kepentingan perut.

               Masih ada banyak fakta yang bisa terungkap tapi kiranya menjadi cukup jelas untuk mengungkapkan bahwa justru orang-orang yang dipercayakan atau mendapatkan hak khusus untuk merayakan Ekaristi itu sendiri tidak merasa bahwa Ekaristi sungguh menjadi sumber dan puncak kehidupan mereka, lalu apa yang bisa Anda yakinkan kepada umat yang hadir dalam perayaan Ekaristi yang sempat Anda rayakan?

              Setiap kali menyaksikan kenyataan di atas, hatiku selalu tergores. Aku telah meminta kepada Tuhan, biarlah hal ini diambil daripadaku, tapi setiap saat pengalaman yang sama terulang dalam kehidupanku. Apa yang kukatakan di atas  luka baru tergores di atas luka lama, sungguh menjadi pengalaman sepanjang hayat.  Di satu pihak, kadang aku merasakan diri sebagai yang terbaik dalam hal ini (kesombongan rohani) dan aku meminta Tuhan biarlah ini terambil dari padaku karena itu adalah urusan setiap pribadi dengan Tuhan, tapi di lain pihak,  kenyataan itu selalu mengiringi perjalanan hidupku sebagai seorang imam.

               Apa yang terjadi jika sang imam yang mendapatkan hak untuk merayakan Ekaristi bagi umat saja tidak memandang Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan imamatnya setiap hari, bagaimana ia dapat meyakinkan umat akan kebenaran ini? Kalau sang imam sendiri telah kehilangan makna Ekaristi bagi kehidupan imamatnya, maka Ekaristi akan dirayakan hanya sebatas sebuah kewajiban tanpa makna. Tentunya kita tidak bisa menilai secara sederhana seperti ini, tapi kita perlu mengukurnya dari apa yang nampak dalam kehidupan sang imam itu sendiri. Di satu pihak, hanya Tuhanlah yang tahu setiap hati yang merayakan Ekaristi secara benar, tapi biarlah di lain pihak, kita para imam menunjukkan secara lahiriah bahwa Ekaristi mendapatkan tempat utama dalam pelayanan kita sebagai seorang imam. Kita ditahbiskan untuk merayakan Ekaristi (menjadi perantara) yang dalam tangan dan kata-kata kitalah hosti dan anggur yang fana itu telah berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Pelayanan lain, seperti: mengajar, memberikan katekse, melayani orang miskin, dan lain-lainnya bisa dilakukan oleh awam tapi hanya satu yang tidak bisa mereka lakukan adalah memimpin perayaan Ekaristi. Kalau kita para imam sendiri yang tertahbis untuk itu tidak menganggap perayaan Ekaristi sebagai sesuatu yang penting, bagaimana mungkin kita bisa meyakinkan umat akan kebenaran ini?  

Kesimpulan

            Oleh karena itu, sebelum berjuang meyakinkan umat akan kebenaran Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan umat katolik, sang imam sendiri harus terlebih dahulu membuatnya menjadi sumber dan puncak kehidupan pribadinya (kehidupan imamatnya) sehingga apa yang akan diwartakan bukan semata apa yang diketahui melainkan betul-betul apa yang dialaminya. Aku hanya berharap sebagai seorang imam yang sederhana, semoga teman-teman para imam betul-betul menjadikan Ekaristi sebagai sebuah perayaan keselamatan yang harus dirayakan setiap hari, apapun alasannya. Mengatakan semuanya ini pasti selalu menjadi kritikan dan peringatan bagi diriku sendiri, karena aku pun hanya seorang imam yang sederhana, lemah dan rapuh yang berjuang selalu untuk menjadi “imam bonus” bagi dan untuk umat.

            Ini yang pantas kita renungkan, khususnya untuk para imam; “Jika kita yang diberi hak untuk memimpin perayaan itu saja sudah bosan bahkan malas, bagaimana mungkin umat dapat menerima Tubuh dan Darah Kristus?” Kasihan, mereka tidak pernah diberi hak dan wewenang seperti saudara dan aku untuk berdiri di belakang altar dan mengucapkan kata-kata ini; “Inilah Tubuh dan Darah Kristus.


”Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

RENUNGAN MALAM: "KETIKA TUHAN DIKORBANKAN LAGI"


 Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,

Maaf karena baru pulang misa sore/malam sehingga renungannya agak terlambat menyapamu. Kuharap Anda tidak bosan membacanya karena ini lebih sebagai sebuah refleksi dan sharing pribadi tentang Sakramen Imamat dan Ekaristi yang menyatuh dalam diri seorang yang tertahbis menjadi imam. Akan tetapi tuli...san ini juga lumayan panjang.

                 Pertama-tama dari lubuk hatiku yang paling dalam aku mau memohon maaf kepada teman-teman romo di mana saja Anda berada, terutama yang sempat membaca tulisan ini, yang lebih sebagai sebuah sharing pribadi tentang apa yang menjadi tugas utama kita para imam, yakni “kita ditahbiskan untuk merayakan Ekaristi.” Sama sekali tidak terlintas dalam pikiran dan hatiku untuk menyombongkan diri dengan menceritakan kekurangan teman-teman, tapi apa yang kuharapkan dari teman-teman romo maupun umat yakni kita saling membantu mengingatkan satu sama lain agar benar-benar menghayati Ekaristi di dalam kehidupan kita sebagai umat Katolik.
 
              Ini adalah sebuah tulisan lama tapi karena tema permenungan kita masih sekitar Ekaristi maka biarlah kita semakin mendalami makna Ekaristi dalam hidup kita sebagai orang Katolik. Baiklah jika tulisan ini Anda kirim kepada teman-teman calon imam (para frater) untuk menjadi sebuah bahan pembelajaran dan peringatan dini untuk mereka.


 “KETIKA YESUS DIKORBANKAN”

Pengantar 
   
            Rasanya sudah lama situasi ini memendam dalam kalbuku dengan harapan bahwa suatu saat luka ini terambil dari padaku tapi nyatanya "luka baru selalu tergores di atas luka lama." Sebagai seorang imam sebenarnya sangat tidak etis bila keburukan teman di gembar-gemborkan ke hadapan umum, tapi bila sesuatu yang akan terungkap menjadi sebuah "pembelajaran" maka mungkin bisa dimengerti dan dipahami dari dan dalam konteks itu. Judul sharing di atas KETIKA TUHAN DIKORBANKAN lebih menjadi sebuah permenungan kecil sebagai seorang imam tentang “penghayatanku terhadap Ekaristi dalam hubungan dengan Sakramen Imamat dalam kehidupanku sebagai seorang imam.”

            Adapun realitas yang melatar-belakangi sharing ini adalah gejala bahwa banyak imam (atau setidak-tidaknya dalam jumlah yang terus bertambah) tidak melihat dan memandang Perayaan Ekaristi sebagai sesuatu yang penting dalam kehidupan imamatnya lagi. Ekaristi menjadi sesuatu yang hanya bersifat wajib ketika dirayakan pada hari minggu bersama umat, sedangkan hari-hari biasa adalah urusan pribadi sang imam dengan Tuhannya sehingga apa yang diserahkan kepada pribadi kadang dan banyak kali bersifat "fakultatif" untuk dirayakan, dan itu sangatlah tergantung pada situasi hati sang imam. Dalam konteks inilah, saya mencoba merangkaikan apa yang ada di dalam pikiran dan hatiku dengan kenyataan yang setidak-tidaknya kutemui selama 9 tahun menjadi seorang imam dalam sebuah sharing (tulisan) tentang makna Perayaan Ekaristi bagi hidup seorang imam.

Sakramen Ekaristi dan Imamat : Dua dalam Satu atau Dua  menjadi Satu. 

          Keterkaitan antara 2 sakramen ini sebenarnya sangatlah erat karena hanya seorang imamlah (karena imamatnya-lah), yang diperkenakan oleh Tuhan untuk memimpin (mengkonsekrasikan) hosti dan anggur yang fana menjadi Tubuh dan Darah Kristus (Sakramen Ekaristi). Dengan kata lain bahwa hakekat sakramen Imamat adalah melayakkan (mengizinkan) seseorang untuk memimpin perayaan Ekaristi di mana di dalamnya terjadi perubahan dari hosti dan anggur (bahan duniawi) menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Dengan demikian, dalam realitas terdapat 2 sakramen yang berbeda tapi telah menjadi satu dalam diri seorang yang tertahbis, yakni imam. Artinya, tahbisan yang diterima oleh seseorang (romo) dimaksudkan untuk merayakan Ekaristi setiap hari  baik dengan ataupun tanpa umat (Meskipun dalam rumusan hukum Gereja perayaan Ekaristi hanya dianjurkan secara tegas). Tugas seorang romo adalah merayakan Ekaristi setiap hari (tentunya itu tidak dimaksudkan bahwa pelayanan sakramental lain tidak penting). Apa yang kumaksudkan di sini bahwa  merayakan Ekaristi setiap hari adalah sangat penting (karena menjadi kekuatan bagi sang imam) untuk melakukan pelayanan lain. Itulah sebabnya dalam Lumen Gentium (Terang Bangsa Bangas) –Dokumen Konsili Vatikan II), dikatakan bahwa  “Ekaristi adalah SUMBER dan PUNCAK  hidup orang kristiani.” Kalau Ekaristi menjadi sumber dan puncak hidup kristiani maka hendaknya itu dirayakan setiap hari agar menjadi kekuatan bagi umat (Sayangnya, umat tidak diberi hak untuk memimpin dan merayakannya untuk diri mereka sendiri...beda dengan para imam). Tugas inilah yang dipercayakan kepada para imam karena sakramen Imamat yang diterimanya.

              Pemahaman di atas seiring dengan apa yang Yesus katakan kepada para murid-Nya dalam malam Perjamuan Terakhir; "Buatlah ini menjadi kenangan akan Daku" (Luk.22:19-20). Pertanyaannya; “Apakah kita hanya mau mengenangkan Dia pada hari minggu saja? Bagaimana dengan hari-hari lain?” Sedemikian sibukkah kita sehingga biarlah hari-hari biasa kita melupakan Dia untuk sementara waktu dengan catatan bahwa pasti kita merayakan Ekaristi sebagai kenangan akan Dia pada hari minggu? Kalau pandangan seperti itu masih ada dalam pikiran umat mungkin masih bisa dimengerti karena di satu pihak, mereka belum mengerti secara tuntas akan peranan sakramen Ekaristi sementara di lain pihak, walaupun ada kerinduan yang besar dalam hati mereka (umat) namun dalam diri mereka sendiri tidak terlekat "hak" seperti para imam untuk merayakannya. Kerinduan yang menggebu-gebu untuk menerima Ekaristi setiap hari tumbuh secara subur dalam diri orang-orang kudus teristimewa Sta.Therese dari kanak-kanak Yesus dan Sta. Fautina (Rasul Kerahiman Ilahi) ya mempunyai kerinduan yang besar untuk kalau bisa mereka tidak melalaikan satu hari pun tanpa merima sakramen Ekaristi. Menurut mereka; “Menerima Komuni Kudus adalah meneriman Yesus sendiri. Merayakan atau menghadiri Ekaristi setiap haria adalah cara mereka untuk  mengundang dan membiarkan Yesus merajai pikiran dan hati mereka sehingga ini akan menjadi kekuatan dalam melaksanakn tugas-tugas di hari yang akan mereka lalui.” Tapi apa yang terjadi jika sang imam sendiri tidak menganggap Ekaristi harian "kurang" bahkan “tidak” penting? (Maaf karena waktunya saja yang berbeda tapi hakiki perayaan Ekaristi tetap sama untuk setiap waktu dan hariApa saja kenyataan dan pandangan para imam tentang Ekaristi?

Ekaristi dalam Realitas Kehidupan Para Imam
    
             Maaf kalau apa yang akan kujelaskan di bawah ini seperti menjadi gejala umum tapi setidak-tidaknya itulah sekelumit pengalaman yang telah kutemui dalam perjalanan hidupku sebagai seorang imam yang tentunya tidak luput dari salah dan dosa. Aku ditahbiskan pada tahun 2001 dan langsung ditempatkan sebagai bendahara di Seminari Menengah St. Yudas Thadeus di Ambon. Setelah dua tahun bekerja di sana, Uskup menugaskanku sebagai asisten ekonom (bendahara keuskupan) selama 1 tahun. Dan, 2 tahun selanjutnya aku menerima jabatan sebagai ekonom kepala di Keuskupan Amboina. Setelah itu, awal tahun 2007 aku mendapatkan tugas mengikuti kursus dan belajar di Manila sampai sekarang....rupanya sudah menjadi tuan tanah di Manila nih. Penjelasan ini hanya mau mengatakan kepadamu bahwa karena tugas-tugas itu aku mempunyai banyak kesempatan untuk mengunjungi biara dan pastoran sehingga kebenaran akan apa yang nantinya kutuliskan bisa dipertanggung jawabkan.

              Pertama-tama, aku tidak menempatkan diriku sebagai yang terbaik di antara teman-teman para imam (Maafkanlah aku, saudaraku para imam). Tapi dalam satu hal ini; kesadaran untuk menempatkan Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan seorang imam, betul-betul telah kuusahakn melalui proses yang panjang. Aku tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran dan hati teman-teman terhadap Ekaristi,  tapi bagiku; “Ekaristi hanya bisa menjadi sumber dan puncak kehidupanku sebagai seorang imam ketika aku bisa merayakannya setiap hari. Bagaimana mungkin aku mengakui dengan bibir kebenaran ini tapi dalam kenyataannya aku lalai untuk merayakan Ekaristi setiap pagi/hari?”  Apa yang kualami dalam kunjungan ke pastoran-pastoran, biara, ataupun tempat hidup bersama para imam seperti rumah keuskupan, rumah imam projo dan lain-lain, sungguh menjadi sesuatu yang sangat bervariasi dalam kenyataannya, terutama dalam penghayatan para imam terhadap Ekaristi. Tak dapat disangkal bahwa tidak semua imam, tapi ada saja yang terjadi bahwa Ekaristi hanya diabaikan karena alasan-alasan pribadi semata. Kenyataan-kenyataan ini sering kutemukan dalam kehidupan bersama;
  • Ada imam yang merayakan/hadir dalam perayaan Ekaristi hanya karena ada Uskup/superior atau pimpinan. Jadi, Ekaristi itu (kehadiran Tuhan) ditentukan oleh kehadiran para pimpinan. Ketika pimpinan/uskup tidak berada di tempat maka TUHAN LALU DIKORBANKAN.
  • Yang lain karena alasan nonton atau belajar sampai larut sehingga tidak bisa bangun untuk merayakan/hadir dalam Ekaristi. (Kalau tahu bahwa Anda mengalami kesulitan untuk bangun, kenapa musti nonton atau belajar sampai larut?) Ada yang lebih senang duduk berjam-jam di hadapan televisi atau komputer daripada menghabiskan waktu setengah jam tiap hari untuk hadir/merayakan Ekaristi. Sungguh, TUHAN DIKORBAKAN LAGI karena kepentingan diri kita.
  • Yang lain lagi merasa bahwa Ekaristi bukan segala-galanya, karena masih ada hal lain yang harus dilaksanakan daripada merayakan Ekaristi. Terkadang bahwa ada yang tidak hadir dalam Ekaristi pagi tapi ketika datang waktu makan, mereka malah beramai-ramai datang ke meja makan. (Memang karena hosti dalam Ekaristi tidak mengenyangkan perut bila dibandingkan dengan nasi sepiring) Sungguh, TUHAN DIKORBAKAN LAGI hanya karena kepentingan perut.

               Masih ada banyak fakta yang bisa terungkap tapi kiranya menjadi cukup jelas untuk mengungkapkan bahwa justru orang-orang yang dipercayakan atau mendapatkan hak khusus untuk merayakan Ekaristi itu sendiri tidak merasa bahwa Ekaristi sungguh menjadi sumber dan puncak kehidupan mereka, lalu apa yang bisa Anda yakinkan kepada umat yang hadir dalam perayaan Ekaristi yang sempat Anda rayakan?

              Setiap kali menyaksikan kenyataan di atas, hatiku selalu tergores. Aku telah meminta kepada Tuhan, biarlah hal ini diambil daripadaku, tapi setiap saat pengalaman yang sama terulang dalam kehidupanku. Apa yang kukatakan di atas  luka baru tergores di atas luka lama, sungguh menjadi pengalaman sepanjang hayat.  Di satu pihak, kadang aku merasakan diri sebagai yang terbaik dalam hal ini (kesombongan rohani) dan aku meminta Tuhan biarlah ini terambil dari padaku karena itu adalah urusan setiap pribadi dengan Tuhan, tapi di lain pihak,  kenyataan itu selalu mengiringi perjalanan hidupku sebagai seorang imam.

               Apa yang terjadi jika sang imam yang mendapatkan hak untuk merayakan Ekaristi bagi umat saja tidak memandang Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan imamatnya setiap hari, bagaimana ia dapat meyakinkan umat akan kebenaran ini? Kalau sang imam sendiri telah kehilangan makna Ekaristi bagi kehidupan imamatnya, maka Ekaristi akan dirayakan hanya sebatas sebuah kewajiban tanpa makna. Tentunya kita tidak bisa menilai secara sederhana seperti ini, tapi kita perlu mengukurnya dari apa yang nampak dalam kehidupan sang imam itu sendiri. Di satu pihak, hanya Tuhanlah yang tahu setiap hati yang merayakan Ekaristi secara benar, tapi biarlah di lain pihak, kita para imam menunjukkan secara lahiriah bahwa Ekaristi mendapatkan tempat utama dalam pelayanan kita sebagai seorang imam. Kita ditahbiskan untuk merayakan Ekaristi (menjadi perantara) yang dalam tangan dan kata-kata kitalah hosti dan anggur yang fana itu telah berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Pelayanan lain, seperti: mengajar, memberikan katekse, melayani orang miskin, dan lain-lainnya bisa dilakukan oleh awam tapi hanya satu yang tidak bisa mereka lakukan adalah memimpin perayaan Ekaristi. Kalau kita para imam sendiri yang tertahbis untuk itu tidak menganggap perayaan Ekaristi sebagai sesuatu yang penting, bagaimana mungkin kita bisa meyakinkan umat akan kebenaran ini?  

Kesimpulan

            Oleh karena itu, sebelum berjuang meyakinkan umat akan kebenaran Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan umat katolik, sang imam sendiri harus terlebih dahulu membuatnya menjadi sumber dan puncak kehidupan pribadinya (kehidupan imamatnya) sehingga apa yang akan diwartakan bukan semata apa yang diketahui melainkan betul-betul apa yang dialaminya. Aku hanya berharap sebagai seorang imam yang sederhana, semoga teman-teman para imam betul-betul menjadikan Ekaristi sebagai sebuah perayaan keselamatan yang harus dirayakan setiap hari, apapun alasannya. Mengatakan semuanya ini pasti selalu menjadi kritikan dan peringatan bagi diriku sendiri, karena aku pun hanya seorang imam yang sederhana, lemah dan rapuh yang berjuang selalu untuk menjadi “imam bonus” bagi dan untuk umat.

            Ini yang pantas kita renungkan, khususnya untuk para imam; “Jika kita yang diberi hak untuk memimpin perayaan itu saja sudah bosan bahkan malas, bagaimana mungkin umat dapat menerima Tubuh dan Darah Kristus?” Kasihan, mereka tidak pernah diberi hak dan wewenang seperti saudara dan aku untuk berdiri di belakang altar dan mengucapkan kata-kata ini; “Inilah Tubuh dan Darah Kristus.


”Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Categories

Follow Us