Kamis, 07 Juli 2011

“DI WAJAHNYA KULIHAT DIA”


Inno Ngutra
RENUNGAN MALAM :

Dari kejauhan terdengar alunan musik perlahan membahana dengan suara emasnya seperti alm. Broery Pesulima (maklum romonya orang Ambon…sombong dikit dulu, ah sebagai orang Ambon!) yang sedang mendendangkan lagu “There goes my everything.” Dan ketika menuliskan renungan malam ini, aku mendengarkan suara emas “Price ...Ray” agar mengingatkan kembali kenangan di atas jembatan penyeberangan itu. Aku menuliskan sebagian syair lagu itu untukmu di sini:

I hear footsteps slowly walking
As they gently walk across a lonely floor
And a voice is softly saying, "Darling
This will be goodbye for ever more"

There goes my reason for living
There goes the one of my dreams
There goes my only possession
There goes my everything

Di atas jembatan penyeberangan itu ia selalu duduk memainkan piano kecilnya yang disambung ke sebuah salon mini sehingga suaranya nyaring terdengar oleh telinga yang mau mendengarnya dan hati yang mau tergugah untuk mengeluarkan sepeso (mata uang Filipina) dari sakunya dan meletakkan ke dalam botol kecil itu. Kadang ia cuma memainkan instrument, tapi kadang juga ia mengeluarkan suara emasnya dengan lagu di atas ketika aku berlari kecil menggapai station kereta api pagi menuju kampusku (hehehe….gara2 asyik di facebook tadi pagi aku hampir lupa tugas kuliah, makanya musti lari mengejar waktu…susahnya jadi mahasiswa di umur separoh baya). Ia bernyanyi dan bernyanyi tanpa mempedulikan sikap dan reaksi orang terhadapnya. Dalam hati ia mendambah mendengarkan bunyi coin di dalam kalengnya, tapi sayang ia tak mempunyai mata untuk melihat berapa coin yang dimasukan ke dalamnya. Ia tak mempunyai mata untuk melihat mana yang mau memberi setelah mendengarkan alunan suaranya, dan mana yang hanya mendengarkan tanpa tergerak untuk memberi. Baginya, menyanyi adalah bakatnya dan hanya dengan cara menyanyi ia dapat mempertahankan hidupnya di kota besar seperti Manila.

Aku sekarang baru mengerti kenapa dalam renungan pagi tadi, aku tidak menyentil sedikit pun tentang aspek kebutaan dari Bartimeus, padahal temanya sangat menarik karena kisah Bartimeus melukiskan bukan hanya realitas buta mata, tapi lebih mau menjelaskan realitas dunia dewasa ini di mana banyak orang mempunyai mata tapi tidak dapat melihat, telinga tapi tidak dapat mendengar, otak tapi tidak gunakan untuk kebaikan, dan hati tapi tidak dapat merasakan seperti orang lain yang sedang menderita. Rupanya, dan memang benar bahwa Tuhan punya cara indah nan unik untuk menjelaskan Sabda-Nya. Dan, ketika aku bertemu dengan si buta di atas jembatan itu, aku tahu bahwa Tuhan menginginkan agar aku menuliskan itu dalam renungan malam ini.

Karena itu, lewat kisah di atas, aku hanya mau datang kepadamu sebagai seorang sahabat untuk mengingatkanmu akan hal ini: jika si buta dapat memainkan alat musik tanpa dapat melihat dan hanya menggunakan perasaannya, jika si tuli dapat mendengar jeritan orang lain dengan hatinya, dan jika si timpang dapat berjalan dengan kursi rodanya. Apa yang bisa kita katakan tentang diri kita yang normal ini; kita punya mata tapi tidak dapat melihat, punya telinga tapi tidak dapat mendengar, punya hati tapi tidak dapat merasa dan punya otak tapi tidak dapat berpikir untuk kebaikan sesama.

Karena itu, sebagai seorang sahabat, kumohon dengarkanlah aku biar cuma sesaat saja: Gunakanlah matamu untuk melihat kebaikan dalam diri orang lain; telingmu untuk mendengar keluhan mereka yang menderita, sahabat, suami, istri atau anak-anakmu; otakmu untuk berpikir memberi jalan keluar kepada mereka yang berputus asa dan menemukan jalan buntu dari masalah-masalah mereka; dan hati dan rasamu untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain di sekitarmu. Semua realitas sosial-kemanusiaan seperti itu ada di sana bukan tanpa maksud. Mereka ada di sana sebagai sebuah undangan bagimu untuk berbuat baik. Mereka ada di sana agar kita belajar untuk mencintai sampai terluka seperti apa yang dilakukan oleh Muder Teresa dari Calcuta. Mereka ada di sana agar kita belajar untuk berkorban sebagaimana Sang Guru telah berkorban nyawa untuk saudara dan aku. Pasti ketika kita mampu memberi kepada Bartimeus di zaman ini, ketika kita mampu menolong orang miskin dan papa di sekitar kita, mungkin hanya sebuah pekerjaan kecil tapi tahukah engkau bahwa Yesus sangat menghargainya? Bukankah Ia telah berkata; “Sesungguhnya, apa pun yang kamu lakukan kepada salah satu saudara-Ku yang paling hina ini, kamu lakukan untuk-Ku.”

Sahabatku, jika Ia sungguh ada di dalam wajah si miskin, pengemis jalanan, si buta, mengapa kita tidak tergerak untuk membantu Dia? Apakah kita harus mengecek dulu kebenaran identitas mereka? Ah, Tuhan, biarkan saja! Biarkan orang lain yang mengurusnya. Tapi, bukankah ini tindakan berlari dari tanggung jawab? Atau mencintai tanpa sebuah kebijaksanaan? Biarkan dunia mencelaku untuk tidak bertanya siapakah mereka sesungguhnya. Tapi, inilah yang kuminta dari-Mu mala mini; Mampukanlah aku untuk memberi kepada sesamaku tanpa syarat. Biarlah aku bodoh karena memberi kepada mereka yang pura-pura miskin. Jikalau itu terjadi maka kuharap itu urusan-Mu dengan mereka. Urusanku dengan Engkau adalah memberi tanpa bertanya siapakah mereka sama seperti Engkau menebus dosa-dosaku tanpa bertanya berapa dosa yang telah aku lakukan.

Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

Rinnong

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Follow Us