Kamis, 07 Juli 2011

RENUNGAN MALAM: "BAGAIMANA DENGAN AKU?"


Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,


Dalam perjalanan pulang dari tempat ATM ke tempat kostku, di depan sebuah rumah berukuran besar, langkahku seakan terhenti dan mendengar pertanyaan ini; “Bapa sudah disembah, Putra baru saja dibanggakan, lalu bagaimana dengan aku, Bunda-Nya?” Inilah alasan di balik munculnya tulisan tentang Bunda sebag...ai refleksi bagimu di sore/malam ini menggantikan tulisan lain yang sebenarnya sudah kuketik judul di layar laptopku sejak pagi.


Berhubung karena aku harus mendengar pengakuan dosa maka pasti baliknya di atas jam 10 malam, karena itu, renungan malam menyapamu lebih awal.


“BAGAIMANA DENGAN AKU?”


“Dalam diamnya seakan dia berkata;
Bapa sudah disembah, Anak telah dipuji dan dibanggakan,
lalu, bagaimana dengan Ibu-Nya?”


Kembali dari tempat ATM (Ambil duit dulu untuk bayar tempat kost, takut diusir sama tuan dan nyonya rumah),  saya memutuskan untuk berjalan kaki menyusuri jalan utama menuju ke tempat kostku sambil menghirup udara pagi. Maklum kalau terlalu siang, selain nanti kepanasan, takutnya nanti kulit terbakar...kembali ke warna dasar ....”black”tambah “sweet” sebagai kata penghiburan, maka jadilah “black sweet” alias “hitam manis.” Tiba-tiba padanganku terhenti pada sebuah tulisan di pintu masuk sebuah rumah yang agak besar; “I am here. Let’s pray. The Family that prays together stays together.” Setelah kupandang agak ke belakang dari tulisan itu, terlihatlah sebuah gambar wanita cantik. Siapa lagi kalau bukan Bunda Maria, dan ternyata itu adalah sebuah “Kapel kecil,”dengan nama “The Holy Family Crusade.”

Setelah kembali ke tempat kost, sadarlah aku bahwa Bunda memintaku lewat diamnya untuk menuliskan sesuatu tentang dia. Aku bercanda kepadanya; “Bunda ini ada-ada saja. Cemburu ya, Bunda? Soalnya aku kemarin sudah menulis tentang bangga punya Bapa seperti Allah kita, pagi ini bangga punya Yesus, sebagai Anak Allah dan Juru Selamat kita,” dan tentunya dari diamnya Bunda, aku mengerti bahwa kalau Bapa sudah disembah, kalau Anak telah dipuji, “ maka seakan Bunda berkata; “Bagaimana dengan aku ibu-Nya? Masakah cuma ada Bapa dan Putra, sedangkan ibu ditinggalkan? Aku juga dong? Demikian canda Bunda kepadaku di kedalaman jiwaku. 

Ingatanku kembali pada akhir tahun 2009 ketika kami bertiga; satu suster dari Timor,  satu romo dari Manado dan aku mengunjungi kota Davao-Mindano, pulau terbesar di Filipina, terutama saat kami mengunjungi “taman buaya.”Ada sebuah tulisan singkat tapi sarat makna di sana, terpampang di papan kecil dan ditempatkan di atas tempat tidur seekor buaya besar yang kira-kira berukuran 5/6 meter panjangnya. Tulisan itu berbunyi: “I may not be moving but I am living. Thank you for not throwing stones at me.” Lucunya, si suster tiba-tiba berteriak menjerit. Memang dasar penakut..teman romo dari Manado menyentuh betis suster dengan sepotong kayu. Si suster mengira itu sambaran gigi buaya. Aku pun kira itu buaya sehingga menoleh ke belakang, ternyata teriakan  suster karena sentuhan ranting pada betisnya. Maklum betis kudus jadi takut ternoda...heheeh...canda aja suster. Tapi hasilnya si buaya yang cuma diam itu pun bergerak karena teriakan suster. Saudara kembar kali...!

Saudaraku yang terkasih, benarlah bahwa ketika kita banyak berbicara, kita cuma mendengar sedikit. Sebaliknya ketika Anda diam maka bukan saja Anda mampu mendengarkan orang lain tapi lebih dari itu diammu mengundang banyak kata kagum kepadamu(Meskipun ada yang diam-diam makan tulang atau diam-diam menghanyutkan). Itulah peranan diam Bunda di dalam Gereja Putranya. Bukankah ketika ia mendengar kata-kata Yesus, Putranya di Bait Allah;“Kenapa kamu mencari-Ku?” Bunda hanya diam menyimpan semuanya itu di dalam hatinya? Bukankah ketika ia seakan ditolak sewaktu  ingin bertemu dengan Yesus dan ada yang memberitahukan kepada Yesus bahwa ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya sedang mencari-Nya, Yesus berkata: “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku adalah mereka yang mendengar dan melakukan kehendak Bapa-Ku,” Bunda pun tetap diam membisu. Dan, tentunya diam Bunda pun berlanjut ketika ia melihat sendiri siksaan, pukulan, semprotan ludah dan teriakan “Salibkanlah Dia” dari sesama bangsanya yang diarahkan kepada Putra kesayangannya, Bunda pun diam. Lebih hebat lagi ketika Bunda memandang lesuh Tubuh Sang Putra di Kayu salib dan bagaimana dengan hati yang hancur luluh harus menggendong Tubuh tak bernyawa  Sang Putra di pangkuannya sesaat setelah Yusuf menurunkan-Nya dari salib. Ya, semuanya Bunda terima dengan penuh ketabahan sebagai pemenuhan akan janji kepada Tuhannya; “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu.” Bukan cuma perkataan tapi perbuatan besar dan menyiksa pun Bunda tetap diam menerima dan melaksanakannyaBagi Bunda, sekali janji, harus ditaati untuk selamanya, apa pun tantangan dan cobaan yang dihadapinya. Dan, ini tentu sangat lain dari apa yang biasanya kita perbuat dalam hidup seperti kata Bob Tutupoli dalam lagunya; “Seribu Janji; Lain di bibir lain di hati.”

Saudaraku, demikianlah apa yang mau kita orang Katolik (Gereja Katolik)  mengerti dan mengimani di balik beragam benda suci kepunyaan kita. Kemarin setelah postingku tentang situasi Gereja Quiapo-Manila seorang saudara protestan bertanya dengan nada mengejek; “Bagaimana mungkin orang Katolik percaya kepada patung yang tak dapat berbicara dan bergerak?” Mungkin dengan kisah ini Anda bisa memberi jawaban yang sederhana kepada para penanya atau pengeritik Gereja Katolik; “Mereka boleh diam. Mereka boleh tidak bergerak dan bahkan pasti mereka tidak hidup seperti manusia yang bertubuh di dunia ini, tapi sungguh apa yang kami rasakan, percayai dan imani adalah “mereka sungguh hidup dan berbicara di dalam jiwa kami.”

Saudaraku, bila tulisan ini hadir sebagai renungan malammu maka ketahuilah bahwa ada seorang wanita luar biasa yang kita sebut Bunda Maria atau Mama Mary atau Santa Maria, yang selalu ada di dalam Gereja Putranya untuk memberikan sentuhan kelembutan dan kedamaian kepada setiap putra dan putrinya. Sejak diserahkan oleh Yesus Putranya kepada murid kesayangan-Nya, Yohanes (kepada kita para pengikut-Nya) maka Bunda menjadi tokoh sentral dalam lahirnya Gereja Kristen di tempat tercurahnya lidah-lidah api yang menguatkan para rasul, terutama Petrus untuk berbicara tentang peristiwa kebangkitan. “Gereja boleh ada, tapi ia akan kehilangan sentuhan kelembutan jika tidak ada Bunda di sana sebagai penasehat bahkan sebagai tempat keluhan setiap jeritan hati putra-putrinya.” Jika demikian jadinya maka rasanya tidak ada alasan bagi setiap orang untuk menolak kehadiran Bunda ketika mereka percaya kepada Yesus Putranya sebagai Penyelemat, apalagi untuk menghinanya. Kalau tidak percaya kepadanya, atau jika tidak menganggap kehadirannya penting dalam gerejamu, dalam perkembangan imanmu maka alangkah baiknya berilah dia penghoramatan yang pantas, karena dia telah melahirkan pribadi yang kamu sebut sebagai Penyelamatmu.

Rasanya lengkap sudah permenungan kita tentang Bapa, Putra dan Bunda dalam cahaya iman Katolik. Pelajaran penting yang bisa kita petik dari tulisan di kapel “The Holy Family Crusade,” yakni; “Jika Bapa, Putra dan Bundanya tinggal bersama dalam cinta dan keabadian, maka Anda pun mampu menciptakan keluarga yang dapat hidup bersama dengan damai, dan doa adalah kekuatan utamanya.” Aku selalu meyakini yang satu ini dan ingin kubagikan kepadamu sebagai saudaraku; “Banyak orang dapat hidup/tinggal bersama, tapi tidak semua dapat berdoa bersama setiap saat.” Doa bersama adalah aspek hidup keluarga yang paling penting namun berangsur-angsur telah hilang dan dihilangkan oleh saudara dan aku karena kesibukan kita, karena acara ngobrol yang tidak tahu batas waktu, karena nonton sinetron yang lebih menarik dan seru bahkan disertai tetesan dan linangan air mata, karena permainan game FarmVille, CityVille, atau lainnya yang bisa membuat kita lupa segalanya. Intinya, “hanya Anda, orang tua (suami-istri) yang dapat menumbuhkan kembali kebiasaan  doa di dalam keluargamu.” Bagaimana mungkin anak bisa berdoa kalau bapa dan mamanya tidak pernah menunjukkannya? “Aku percaya bahwa cinta, kesetiaan, keharmonisan, dan nilai-nilai lainnya akan muncul dengan sendirinya bila hati ayah-ibu, suami-istri dan anak-anak dalam sebuah keluarga larut dan bersatu dalam doa bersama yang dibuat seperti kebiasaan makan dan minum setiap hari.”

Akhirnya, ingatlah saudaraku; “Doa adalah kekuatan tersembunyi yang akan membuatmu terkagum-kagum bila tiba saat pemenuhannya dari pihak Allah, atau setidak-tidaknya Anda rasakan ketika dapat bertahan dalam sebuah derita.” Aku hanya berharap semoga lewat tulisan kecil ini setiap orang Katolik berlutut menyembah Allah Bapa dan Putra dan Roh Kudus, serta memberikan penghargaan yang pantas kepada Bunda.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Follow Us