Kamis, 07 Juli 2011

Renungan Malam: "RUMAH KITA DI SANA"



Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,

Rumah menjadi tempat bukan hanya sekedar untuk beristirahat di kala raga merasa lelah dan capai, tapi lebih dari itu rumah adalah tempat di mana satu keluarga merajut dan menumbuhkan cinta kasih. Meskipun demikian, kadang rumah pun menjadi penjara bagi jiwa atau bahkan menjadi tungku yang panas sehingga ada jiwa-jiwa yang tidak betah tinggal di sana.

“Rumah Kita di Sana,” membuatmu untuk bermenung tentang situasi rumahmu di dunia saat ini, tapi juga sekaligus membuatmu untuk selalu merindukan rumah yang dijanjikan oleh Yesus kepada kita sekalian; “Di rumah Bapa-Ku ada banyak tempat tinggal.”


RUMAH KITA DI SANA


Pembangunan gedung dan rumah baru di kota Manila saat ini sangat pesat. Di mana-mana terlihat bangunan dan rumah mewah yang sementara di bangun oleh para tukang, mandor dan insinyur. Ya, semuanya bisa dilakukan oleh mereka yang berduit sementara di lain pihak, orang miskin yang tidur di pinggiran toko dan kantor pun terlihat di mana-mana.

Menyaksikan semuanya itu, teringatlah akan sebuah cerita inspiratif; Seorang tukang bagunan yang sekarang tinggal di gubuk kecil bersama istri dan bocah laki-laki semata wayang, pernah ditanyai oleh anaknya; “Pa, bapa kan tukang bangunan, berapa bangunan rumah, kantor dan toko/mall yang bapa telah bangun? Bolehkah bapa menunjukkan kepadaku hasil karya tangan bapa? Hampir setiap saat bila teringat akan hal ini, si anak selalu menanyakan pertanyaan yang sama.

Sang ayah hanya diam saja sampai suatu ketika ia mengajak anaknya untuk melihat bagunan-bangunan hasil karya tangannya di kota. Melihat gedung kantor yang berdinding kaca, yang menjulang megah ke langit itu, si anak bertanya; “Pa, itu hasil kerja siapa? Itu bapa yang bangun, jawab ayahnya. Melihat mall yang besar dan luas itu, si anak pun bertanya; “Lalu yang itu? Itu pun hasil karya tangan bapa. Demikian pun rumah mewah dan banyak lagi gedung lain yang diakui sebagai hasil karya tangannya. Si anak lalu diam dan menampakkan sebuah kesedihan yang luar biasa. Kasihan pada anaknya, sang ayah memeluknya dan bertanya; “Nak, mengapa engkau sedih? Bukankah bapa telah menunjukkan semua hasil karya tangan bapa sesuai dengan permintaanmu? Si anak memandang wajah bapanya, lalu berkata; “Pa, tapi kenapa kita tidak bisa menempati salah satu dari rumah hasil karya tangan bapa? Mengapa kita hanya tinggal di gubuk kecil itu?

Diam untuk waktu yang cukup lama, sang ayah lalu memeluk erat si anak lagi lalu berkata; “Nak, rumah di dunia ini hanya sementara saja. Mengapa ayah tak pernah membangun sebuah rumah yang mewah, tapi sederhana saja untukmu, agar engkau belajar untuk tidak terikat dan merasa enak tinggal di rumah yang sementara itu. Sesungguhnya, rumah yang sebenarnya ada di surga. Bukankah Yesus telah bilang; Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal? Ya, baiklah jika rumahmu di dunia ini hanya sederhana tapi layak dihuni, di mana cinta bertumbuh dan kedamaian merebak, di mana saling memaafkan terjadi dan keharmonisan teralami. Biarlah dengan tinggal di rumah sederhana seperti sekarang, membuatmu untuk selalu merindukan rumah yang dijanjikan oleh Yesus, sahabatmu.

Tanpa harus menjelaskan artinya panjang lebar kepadamu, tapi kiranya masing-masing orang bisa memaknainya sendiri dengan bertanya; “Apakah di rumah mewahmu atau pun gubuk yang saat ini Anda tempati juga menjadi tempat yang aman dan damai, di mana cinta bersemi, kasih merebak dan pengampunan dan saling memaafkan bertumbuh subur? Ataukah rumahmu sekarang ini menjadi penjara, tempat asing bagimu karena ada hati yang tak damai di sana? Apa pun bentuk rumahmu saat ini kiranya bukan semata menjadi faktor penting, karena yang paling utama adalah jiwa-jiwa yang tinggal di sanalah yang membuat rumah itu menjadi tempat yang layak atau tidak untuk dihuni. Dan, tidak ada orang lain yang bisa membuat rumahmu menjadi tempat yang aman dan damai selain dirimu sendiri.

Teringat lagu anak-anak SEKAMI; "O mama, o papa percayalah...rumahku di sanalah..tempat indah dan pernah, di sana tak ada susah...o mama, o papa percayalah."


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Follow Us