Kamis, 07 Juli 2011

RENUNGAN MALAM: "JERITAN HATI SEORANG ANAK MANUSIA"


Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat;

Sungguh, luar biasa bila kita dapat menjadi saluran rahmat dan berkat bagi orang lain maka tentunya ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Bila kita bisa menjadi jembatan penyebrangan bagi orang lain dari sisi yang satu ke sisi yang lain maka tentunya juga menjadi pengalaman yang luar biasa. T...api apa jadinya jika kita tidak bersedia menjadi jembatan dan saluran rahmat bagi orang lain? Mungkin orang lain masih bisa memahaminya. Akan tetapi bila ini yang terjadi padamu, demi kepentingan pribadi/kelompokmu Anda tega menyumbat saluran atau memotong jembatan yang menjadi sarana untuk mengais rezeki melanjutkan kehidupan orang lain?


Semoga kisah berikut ini menjadi bahan permenungan bagimu di malam ini sekaligus membuka cakrawala berpikirmu tentang pentingnya menjadi berkat bagi orang lain, apa pun cara yang harus kita tempuh. Ingatlah...Aku selalu percaya bahwa Anda bisa!



“JERITAN HATI SEORANG ANAK MANUSIA”


                                 
“Jika memang Anda tidak mau menjadi jembatan penyebrangan bagi orang lain,
mengapa Anda begitu tega menghancurkan jembatan itu hanya karena Anda ingin agar kapal mewahmu bisa berlayar di bawahnya?”


         
Ia hanya duduk terpaku tak berdaya memandang hilangnya jembatan yang biasanya dialalui setiap saat ia menyeberang. Ya, ia hanya seorang lumpuh dengan kursi rodanya yang mencoba mengais rezeki di areal sebelah jembatan yang lain. Seminggu tak mencari karena sakit, betapa kagetnya di pagi itu ketika ia memacu kursi rodanya untuk mencapai ujung  jembatan di mana ia akan menyeberang. Beberapa kali ia menggosok matanya karena berpikir bahwa mungkin ada sesuatu yang menghalangi penglihatannya. Akan tetapi tidak; Jembatan penyeberangan itu benar-benar telah hancur berkeping-keping. Rupanya seminggu ketidak-hadirannya untuk menyebrang lewat jembatan itu telah digunakan oleh penguasa daerah itu untuk merobohkan jembatan hanya karena alasan bahwa kapal pesiarnya terlalu tinggi tiangnya sehingga tidak bisa menyeberangi selat itu bila jembatan tetap ada. Si lumpuh pun hanya menjerit sedih nan pilu di hatinya; “Jika Anda tidak mau menjadi jembatan bagiku dan bagi  kaumku untuk mendapatkan rezeki di ujung sana, mengapa Anda tega merubuhkan jembatan ini hanya karena tingginya tiang  kapal pesiarmu?”  Jeritan hati yang terluka dipendamnya sambil membalikkan kursi rodanya dan mengayuh dengan kedua tangannya entah kemana. Pasti hanya Tuhan yang tahu apa yang sedang bergolak di kedalaman hati si lumpuh saat itu. Ia pergi karena orang lain bukan hanya tidak mau memberi tapi juga merusak apa yang bisa digunakan oleh si lumpuh untuk mendapatkan rezeki kehidupannya.


Saudaraku, mungkin aku terlalu cengeng dengan perasaan dan kata hatiku, tapi air mataku sungguh menetes setelah menuliskan cerita si lumpuh di atas. Aku sendiri menyadari bahwa betapa aku telah mengabaikan banyak hal dalam hidupku untuk menjadi jembatan bagi orang lain. Kalau pun tidak rela menjadi pemberi hidup bagi orang lain, mengapa aku harus menghancurkan sarana atau apa yang digunakan oleh orang lain untuk mengais rezeki demi melanjutkan kehidupan mereka? Tuhan memanggilku untuk menjadi jembatan yang bisa membawa orang lain dari sisi yang satu ke sisi yang lain, tapi untuk yang seperti ini pun aku telah menjadi jembatan yang rapuh, yang takut digunakan oleh orang lain yang mau menyebrang. Ya, kalau rapuh, katakanlah terus terang bahwa memang Anda rapuh sehingga orang lain tidak akan celaka ketika melintas di atas jembatanmu. Payahnya, Anda pura-pura menjadi jembatan yang baik tapi ketika orang lain berjalan di atasnya, Anda pun mulai roboh sehingga banyak orang mengalami luka bahkan kehilangan nyawa mereka.

Saudaraku, Tuhan rindu melihat dirimu sebagai jembatan penyeberangan yang kuat dan kokoh bagi orang lain; Menjadi jembatan yang aman bila pasangan muda mudi merajut kasih ketika bersandar pada tiang-tiangmu demi mengenal satu dengan yang lain; Menjadi jembatan yang menyejukkan bagi anak-anak yang mau bermain di atasmu; Menjadi jembatan yang memberi rasa damai ketika para orang tua melintas dan beristirahat sejenak sambil menikmati keindahan alam sekitar dari atasmu. Sungguh, Tuhan menghendaki agar Anda seperti itu, tapi mengapa Anda tidak mau menjadi seperti yang Tuhan kehendaki?

Oleh karena itu, pesanku singkat saja untukmu sebagai saudaraku di malam ini; “Jika Anda tidak mau menjadi jembatan bagi orang lain untuk menggapai sisi yang lain, maka tolong jangan hancurkan jembatan itu hanya karena kapalmu ingin berlayar di bawahnya.” Lebih indah bila Anda memotong tiang kapalmu daripada merubuhkan jembatan kehidupan itu. Apa yang benar adalah ketika Anda memotong tiang kapalmu maka baik kapal maupun jembatan dapat terselematkan dari kerusakan, terlebih lagi dengan tindakan memotong tiang kapalmu maka orang lain akan berdiri di atas jembatan itu untuk memandang kapal pesiarmu yang sementara berlayar di bawah jempatan itu menuju ke pelabuhanmu. Hanya mau mengingatkanmu sebagai saudaraku; “Semoga esok, lusa atau satu waktu di hari-hari yang akan datang, engkau mau membangun kembali sebuah jembatan baru bagi si lumpuh untuk mencapai seberang sana.” Ingatlah bahwa kelanjutan hidupnya ada di seberang sana, dan hanya ada satu jalan bagi si lumpuh untuk menggapainya yakni menyeberang lewat jembatan yang hendak Anda bangun kembali.

Inilah doaku; “Tuhan, buatlah aku menjadi jembatan penyebrangan bagi orang lain untuk mencapai-Mu seperti yang dulu pernah dilakukan oleh Levi, si pemungut cukai, yang setelah bertobat,  membuat pesta, mengundang-Mu dan duduk makan dengan para pendosa.” Pasti Engkau tidak membayangkan ketika Levi juga mengundang rekan-rekannya para pendosa menurut pandangan orang-orang  yang merasa diri tak berdosa, dan makan bersama-Mu dalam satu meja. Wow...Engkau selalu tersenyum memandang mereka sambil menyantap hidangan istimewa dari Levi tanpa bertanya siapa mereka karena memang Engkau mengetahui satu-per satu dari mereka yang duduk makan bersamamu. Semoga aku pun menjadi seperti Levi; membawa banyak orang untuk bertemu dengan Engkau, Yang adalah sumber kehidupan abadi dan tujuan peziarahan hidup kami.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Follow Us