Kamis, 07 Juli 2011

RENUNGAN MALAM: "JALAN PENYEMBUHAN"


Sapaan seorang sahabat,

            Setelah memposting renungan pagi tentang “Akar Kegagalan Mencinta,”  seorang ibu, anggota group MIK (Mempertanggung jawabkan Iman Katolik) berbagi hangat denganku tentang percecokan dengan suaminya sebagai santapan pagi..Hehehe..santapan pagi entah makanan atau membaca Sabda Tuhan, malah yang ini lain karena sa...ntapan paginya dengan “kopi pahit”  karena kata-kata yang menyakitkan hati. Aku membalasnya; Gimana ibu, semalam aku posting tentang“kotak sampah,”  rupanya tulisan itu berdampak negatif ya, atau pun positif tergantung dari hati yang memaknai. Timbal balik gitu; Soalnya ibu telah membuang sampah hati dan pikiranmu ke dalam kotak suamimu. Syukur kalau kotaknya mau menjadi tempat pembuangan sampahmu. Akan tetapi bila suami juga mau membuang sampahnya maka pasti sampah akan berhamburan di mana karena tidak ada kotak yang mau menampung sampah itu. Okelah kalau gitu, tapi apa yang harus diperbuat sekarang adalah bagaimana tindakan mengumpulkan sampah itu dan membuangnya pada tempat yang cocok. Itulah sebenarnya tindakan kerelaan untuk memafkan dan mengampuni. Untuk yang satu ini, kesulitan mulai muncul. Semoga saja mereka sudah saling memaafkan sebelum tulisan ini hadir sebagai bahan permenungan malam ini.


 “JALAN PENYEMBUHAN"


Memposting tentang memaafkan dan meminta ampun selalu melahirkan pertanyaan; “Bagaimana saya bisa mengampuni dengan tuntas sementara tiap kali bertemu bahkan untuk mendengar nama yang melukaiku saja, luka lama itu terbuka kembali, dan itu sangat menyakitkan. Atau, bagaimana bisa melupakan kesalahan orang lain seiring dengan tindakan mengampuni?”

Mungkin kita harus membutuhkan rahmat khusus untuk berkata seperti Yesus; “Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Tapi bagaimana kita bisa mendoakan dan mengampuni mereka yang benar-benar tahu bahkan sengaja melukai hati kita, bahkan sepertinya tindakan melukai orang lain dilakukan oleh oknum tertentu sebagai sebuah hobby atau kesenangan? Aku punya contoh bagaimana salah satu saudara di antara kita mampu melakukannya. Ingatkah kisah Memet Ali Agca, si penembak Paus Yohanes Paulus II. Apa yang dilakukan oleh almarhun Paus Yohanes Paulus II adalah pergi ke penjara di mana Memet, si penembaknya dikurung dan berbicara dari hati ke hati dengannya. Hukuman penjara terhadap si penembak tetap dijalani sebagai sebuah tindakan pembelajaran, namun tidak seharusnya membatasi aliran cinta dan pengampunan yang bergelora dalam hati sang pencinta sejati. Pengampunan yang dilandasi oleh cinta seharusnya menembus tembok penjara dan masuk melalui celah jeruji besi untuk menggapai hati yang bersalah atas tindakannya; tubuh boleh berpisah tapi hati harus merajuk dalam sebuah kasih karena hanya dengan itu, saudara dan aku bisa disebut murid Tuhan Yesus.

Oleh karena itu, jika sore/malam hari ini aku datang kepadamu dengan renungan ini maka aku hanya mau meyakinkanmu bahwa Anda bisa melakukannya baik tindakan memaafkan atau pun mengampuni. Inilah yang perlu Anda tanamkan dalam hati dan pikiranmu ketika Anda mau mengampuni, yakni:

  • Pengampunan adalah atribut dari orang yang kuat kepribadiannya. Dr. Luskin menulis; “Pengampunan adalah perasaan damai yang  memungkinkan Anda untuk bertanggung jawab atas bagaimana engkau merasa, dan menjadi seorang pahlawan daripada seorang korban dari kisah sedihmu.”
  • Ketika kita mengampuni, kita menjadi diri kita sendiri dan menjadi apa yang seharusnya kita menjadi. Hanya mau mengatakan bahwa “pengampunan adalah sebuah proses, bukan  sesuatu yang otomatis dan permanent di dalam diri dan hidup sehingga akan menetap selamanya.”
  • Dengan mengampuni kita mengalami damai dan penyembuhan. C.S. Lewis mengatakan dengan indah; “Pengampunan adalah sebuah kata yang indah, sampai engkau mempunyai sesuatu untuk mengampuni.” Hanya mau mengatakan bahwa selama engkau tidak rela mengampuni maka pengampunan akan tetap menjadi kata indah pada pendengaran. Pengampunan mempunyai makna hanya ketika Anda mulai mengampuni mereka yang bersalah padamu.

Akhirnya, ambilah waktu sejenak  setelah membaca renungan ini dan katakanlah kepada dirimu sendiri; “Sungguh, akan menjadi indah bagiku bila aku mau dan rela membiarkan segala luka, kekecewaan dan kecemasan pergi dari hati dan pikiranku mulai saat ini.”Saudaraku, kudoakan engkau dalam niatmu untuk  menjadi lebih baik dari sekarang.



Salam seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Follow Us