Kamis, 07 Juli 2011

RENUNGAN MALAM: "LUBANG RATAPAN"


Sapaan seorang sahabat,

Masih berhubungan dengan kisah perjalanan di tanah lumuran darah para martir Vietnam, aku menghadirkan lagi kisah ini kepadamu. Silakan memaknainya bila ada waktu!


... “LUBANG RATAPAN”


“Di sinilah para ibu meratapi pangeran pujaannya mereka
dan sebagian istri menjadi janda”


            Di belahan dunia yang satu masih terdengar isak tangis para ibu seperti di Jepang sementara di belahan lain seperti Libya terdengar rentetan bom dan dentuman senjata yang bersahut-sahutan, yang bukan saja merusak gedung buatan tangan manusia, tetapi lebih dari itu merenggut jiwa-jiwa yang tak berdosa. Apa pun alasannya, perang selalu mendatangkan kerugian, penderitaan, jeritan dan tangisan, dan akhirnya nyawa pun melayang, yang kemudian dihargai sebagai pahlawan yang sayangnya orang tersebut sendiri tidak menikmati arti kepahlawanannya.

            Hari berikutnya kami mengunjungi “Cu Chi Tunnels,” tempat di mana jeritan para ibu tak mau dihibur menyaksikan gugurnya pangeran-pangeran pujaan mereka, sementara banyak wanita akhirnya menjadi janda karena kehilangan suami-suami mereka di medan laga. Kata-kata tentang tempat ini hanya mau menggambarkan betapa banyak ribuan tentara, baik lokal Vietnam maupun lebih banyak tentara Amerika Serikat akhirnya gugur ditelan bumi negeri komunis Vietnam. Sebagian besar dari kita pasti sudah menonton film-film Hollywood yang menampilkan angkernya perang Vietnam, akan tetapi, bila Anda mengunjungi tempat ini maka Anda akan mengerti mengapa banyak korban akhirnya jatuh dari pihak tentara Amerika. Menurut jawaban tukang pemandu, tempat ini dikunjungi ribuan tourist baik domistik maupun luar negeri setiap hari. Ada cerita lucu; Sewaktu memasuki tempat loket, teman romo Vietnam meminta kami untuk bersabar dan tidak boleh mendekati loket penjualan karcis. Rupanya beliau sedang membuat akal-akalan. Kami berjumlah 7 orang dan cuma dua orang dari Vietnam. Beliau membeli ticket untuk pengunjung lokal karena harganya lebih murah. Selisihnya sekitar 60ribu.  Setelah membeli tiket, beliau memanggil kami untuk masuk dengan catatan tidak boleh ngomong ketika melewati petugas pemeriksaan. Siap bos! Demikian kami menyahut serentak. Sialnya, di tempat pemeriksaan, petugas tiketnya tahu akan permainan licik teman kami…heheheh…komunis mau tipu komunis…demikian candaku kepada teman romo Vietnam. Akan tetapi, petugas pemeriksaan tahu bahwa ada orang asing dari dua di antara kami; satunya dari Indonesia; Orangnya berambut keriting dan hitam….hitam manis loh…siapa lagi  kalau bukan diriku dan seorang teman romo dari Filipina yang mencukur botak rambutnya, yang badannya tinggi, putih dan kekar, dan nampaknya seperti orang Eropa. Akhirnya, teman romo Vietnam ini disuruh petugas untuk melengkapi nilai uang yang harus dibayar sebelum diizinkan masuk ke lokasi. Rasaian lu! Demikian candaku kepada teman romo Vietnam. Dia lalu membalas; Itu gara-gara kamu, tahu!

            Luasnya area “Tunnels” sekitar 70km. Di tempat pertama kami berkumpul di sebuah ruang bawah tanah yang kira-kira bisa mengisi 50 orang dan mendapatkan penjelasan tentang perang Vietnam-Amerika lewat layar lebar. Setelah itu, kami mulai dihantar oleh pemandu untuk melihat langsung tempat dan senjata rahasia milik tentara Vietnam yang telah merenggut banyak jiwa tentara Amerika. Di bawah tanah tempat kami berdiri, semuanya ada lubang dan lorong yang saling berhubungan sampai ke pinggiran sungai Sai Gon yang berkisar sekitar 4km. Ada lobang kecil seukuran badan anak yang cuma setinggi pinggang, yang tentunya tidak bisa dimasuki oleh mereka yang gemuk, yang dijadikan tempat persembunyian perorangan; ada lubang persegi empat bagaikan kubur yang menjadi jerat bagi tentara Amerika bila menginjakkan kaki di situ maka secara otomatis akan terjerembab di dalamnya, dan sudah pasti tertusuk bambu-bambu runcing yang di tanam di dalamnya; ada lubang kecil selebar mulut gelas yang hanya dijadikan sebagai tempat masuk udara; ada senjata yang berbentuk buah durian yang digantung di depan pintu rumah perangkap bagi tentara Amerika, karena ketika mereka mengedor pintu maka dengan sendirinya senjata bola durian itu akan mengayung menghantam wajahnya. Pokoknya, berbagai jenis senjata yang sangat ngeri akibatnya bila dibayangkan menusuk atau menghantam seseorang. Karena saya berdekatan dengan pemandu, ia bercanda; Sir, bila ingin coba, silakan! Gratis koq! Aku hanya tertawa sambil berkata; Sir, aku masih mau hidup 100 tahun lagi! Semua rombongan itu pun tertawa terbahak-bahak! Hehehe…karya Kharil Anwar…kalau ngga salah! Tapi kalau salah, maafkanlah aku saudaraku sebangsa dan setanah air…koq serius banget sih?

            Di lokasi berikutnya, kami membeli peluru untuk menembak dengan menggunakan berbagai jenis senjata yang telah disiapkan di sana. Wow…bunyi dentuman peluru-peluru itu mengingatkan aku akan perang di Ambon. Langsung saja aku mencari senjata jenis M16 dan menembak beberapa kali ke arah sasaran, sayang, tidak satu pun mengena…hehehhe…mungkin senjata air bisa kali. Setelah itu, kami menikmati jagung bakar yang dioles dengan mentega dan sedikit sambal dan sekali lagi meneguk minuman keras secangkir dari bahan beras. Perjalanan pun dilanjutkan ke lokasi bawah tanah yang diizinkan oleh pemerintah untuk bisa dicobai oleh para tourist. Ini adalah lorong bawah tanah yang panjangnya sekitar 100m yang diselingi oleh 3 lubang keluar dalam jarak 25m. Meskipun badan sedikit kegemukan saya mengambil tempat persis di belakang pemandu. Setiap orang yang mencoba menelesuri lubang dan lorong itu harus merangkak sambil hanya dibantu cahaya senter bila ada. Mencapai lubang keluar pertama dalam jarak 25m saya langsung menyerah dan keluar karena kedua lututku terasa sakit dan nafas terengah-engah, sementara 4 teman lain mampu menyelesaikan sampai jarak 100m. Setelah keluar dari mulut lubang itu kami pun disuguhi teh segar ala Vietnam dan singkong/cassava/kasbi rebus dengan sambal ala Vietnam. Rombongan kami terdiri dari sebuah keluarga dari Malaysia, beberapa pasangan bule/orang Eropa dan kami berenam. Wow…mendapatkan makanan langkah seperti ini, teman dari Malaysia dan saya menyelesaikan sisa-sisa yang ada di dalam piring. Entahkah karena lapar atau memang enak…hanya perut yang tahu…hehehhe…

            Saudaraku, lewat kisah ini, aku hanya hanya mau datang kepadamu dan mengatakan ini: Apa pun alasannya; entahkah demi kehormatan bangsa dan Negara, demi nama baik, demi pangkat dan kedudukan, demi martabat dan harga diri, tetapi satu hal yang tinggal dalam pikiranku saat itu bahwa perang adalah sebuah tindakan jahat pada dirinya sendiri. Atas nama ini dan itu, manusia yang lahir dari satu Pencipta saling membunuh dan merenggut nyawa. Hitunglah berapa jumlah leluhur kita yang gugur dalam kisah perjuangan dan kemerdekaan Indonesia? Berapakah tentara Amerika dan Vietnam yang mati di medan laga hanya karena keterlibatan mereka dalam perang yang biadab itu? Berapakah banyak ibu yang menangis dan tak mau dihibur ketika mendengar berita bahwa putra yang dilahirkannya telah meninggal di medan laga? Berapa istri yang harus menahan kesedihan karena ditinggal pergi oleh kekasih pujaan hati mereka? Sekali lagi, atas alasan apa pun, perang adalah perang, dan perang pasti membawa korban materi dan nyawa manusia. Perang adalah tindakan kejahatan dari mereka yang tidak bisa menahan diri dan nafsu untuk berkuasa. Mungkin Anda akan mengeritik  saya dengan mengatakan; “Iitu kan tindakan pembelaan diri, mempertahankan martabat dan harga diri bangsa, kelompok atau bahkan diri kita sendiri yang sedang dilecehkan! Aku mau menjawabmu sebagai saudaraku; Benar katamu! Tapi seandainya setiap orang, setiap bangsa, setiap kelompok mengerti dan memahami betapa pentingnya hidup manusia dan betapa berharganya martabat manusia, maka hanya kedamaianlah yang diusahan dan bukan perang.

            Dengan hadirnya kisah ini maka aku hanya mau mengatakan kepadamu sebagai saudaraku bahwa “hindarilah perselisihan, pertengkaran dan peperangan antar manusia, antar kelompok, suku atau bangsa. Tidak ada yang bahagia dengan kemenangan yang diraih dalam sebuah pertempuran. Yang ada adalah penyelesan dan pengorbanan sepanjang masa. Mengunjungi  “Tunnel” tempat pertempuran tentara Amerika dan Vietnam seakan membuat luka baru di atas luka lama di hatiku ketika terkenang perang saudara antara Muslim dan Kristen di bumi Maluku pada periode 1999-2004/5. Karena itu, sebagai saudaramu aku hanya mau membisikan kepadamu bahwa “perang telah merenggut banyak nyawa yang tak berdosa.” Perang, apa pun bentuknya, dan apa pun alasan dan tujuannya adalah sebuah kejahatan karena gejolak nafsu yang tak tertahankan dari kedua belah pihak yang sementara berperang. Aku telah mengalaminya di Ambon, dan sekarang ingin kukatakan kepadamu sebagai saudaraku untuk selalu menghindari apa pun yang bisa membawamu kepada perselisihan, pertengkaran dan bahkan perang; entahkah di pertengkaran yang cuma biasa di dalam rumah tangga yang akan berakhir dengan perceraian, maupun perkelahian dan peperangan antar kampung, suku, kelompok dan bahkan antar Negara yang akhirnya merusak banyak barang dan selebihnya dari itu merenggut banyak nyawa yang tak berdosa, tetapi satu hal yang pasti bahwa dengan perang kita telah menurunkan derajat kita sebagai manusia yang beradab, yang mempunyai otak dan hati namun tidak menggunakan untuk kebaikan.

            Hanya sebagi sebuah perbandingan kecil agar kita mau berbenah diri; “Kalau Tsunami, gempa bumi, banjir adalah gejolak alam yang tak tertahankan oleh kekuatan dan daya manusia, maka perang adalah gejolak nafsu untuk menguasai orang lain yang lahir dari saudara dan aku. Apakah kita tidak bisa menghindar seperti peristiwa gejolak alam? Marilah kita berbicara jujur sambil mendengarkan suara hati dan nurani agar kita pun memahami betapa pentingnya damai itu dan betapa indahnya hidup di dunia ini sebagai saudara yang menandai persahabatan kita dengan saling mencintai tanpa batas. Bukankah Yesus pernah bilang; “Kamu akan disebut sebagai murid-murid-Ku jika kamu saling mencintai satu sama lain?” Apakah kita masih berani disebut sebagai murid-murid Yesus ketika tidak ada cinta di antara kita? Semoga kita semua berbenah diri dan merintis pertobatan di masa yang penuh rahmat ini.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Follow Us