Kamis, 07 Juli 2011

RENUNGAN MALAM: "RETAKNYA MAHKOTA DI KEPALA SANG PUTRI"


Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,

Duduk di starbuck dengan segelas kopi mocha memberikan inspirasi kepadaku tentang cerita pendek di bawah ini, "Retaknya Mahkota di Kepala Sang Putri." Lain kali teman-teman musti kirim biaya kopi mocha atau capucino biar cerita selalu terkirim untukmu...hehhehehe.... Aku hanya berharap agar kisah sang pu...tri menjadi bahan pembelajaran untuk kita semua.


“RETAKNYA MAHKOTA DI KEPALA SANG PUTRI”


Semua mata memandang kagum melihat indahnya mahkota di kepala sang putri. Mereka pun menyatakan rasa hormat kepada sang putrid dengan cara berdiri sambil bertepuk tangan tak henti-hentinya. Tiba-tiba sesuatu terjadi! Sang putri menahan suara tangisan yang hendak keluar dari mulutnya, sementara tetesan air mata satu demi satu menetes membasahi pipi mungilnya. Tepuk tangan pun berhenti, sementara tatapan penuh pesona semua mata kini berubah menjadi terharu sambil memandang lesuh jatuhnya sepenggal demi sepenggal mahkota sang putri. Bagaimana tidak karena mahkota yang melingkar indah di kepala sang putri satu demi satu retak tanpa seorang pun tahu apa penyebabnya. Dengan gaung indahnya sang putri berlari menutup mata sambil menutup wajahnya, membela kegelapan malam entah kemana perginya, dan anehnya tidak seorang pun mau menahan perginya sang putri bagaikan saat terakhir terbenamnya sang purnama di ufuk barat.

Gambaran kisah di atas hanya mau menghantarmu untuk merenungkan tentang pentingnya hubungan antara suami-istri dalam keluarga. Terutama di zaman ini di mana perceraian sepetirnya menjadi sebuah hobi, maka aku hanya datang kepadamu lewat tulisan berserakan ini dan bertanya kepadamu sebagai seorang saudara; “Berapa banyak pasangan yang menganggap pernikahannya gagal hanya karena mereka tidak mendapatkan buah hati sebagai hasil perkawinan mereka? Berapakah yang bertengkar bahkan bercerai hanya karena anak yang dinantikan tak kunjung lahir sebagai ikatan pernikahan mereka?” Okey, jika kegagalan dinilai dari ketiadaan anak yang lahir dari pernikahan seorang laki-laki dan perempuan, maka aku ingin bertanya lagi kepadamu; “Disebut apakah pernikahan yang meskipun dianugerahi anak tetapi tetap bercerai?” Tolong jawablaah aku, saudaraku agar kisah ini bisa kuteruskan kepadamu. Jawablah aku saudara-saudariku yang saat ini tak dapat mengontrol lagi ego masing-masing dan ingin segera bercerai. Namun, bila Anda tidak mau menjawabku maka aku akan meneruskan kisah ini agar Anda pun sadar atau setidak-tidaknya sebelum saat itu terjadi ingatlah bahwa saat Anda membaca kisah ini aku telah mengingatkanmu tentang pentingnya persatuan dan keharmonisan suami-istri demi sang putri dan putra tercinta.
Aku tak pernah mengalaminya, namun setidak-tidaknya bisa membayangkan kebahagiaan yang terlukis di wajah dan hati suami-istri setelah dari rahim sang ibu keluarlah sang bayi mungil, apalagi sang putri adalah bayi pertama, dan sayangnya bahwa dia pun ditakdirkan untuk menjadi seorang diri dalam bahtera suami-istri itu. Sesaat ketika sang bayi lahir dan diketahui sebagai seorang gadis maka kedua pasangan itu pun sepakat untuk menamainya “putri.” Sebuah nama indah sesuai dengan paras bayi mungil itu. Ia pun bertumbuh menjadi seorang gadis periang dan akhirnya memang betul-betul menjadi putri dalam arti yang sesungguhnya. Si putri adalah mahkota dari pernikahan kedua mempelai itu. Menyanjung tinggi nilai-nilai pernikahan seperti kejujuran, kepercayaan dan saling berbagi adalah tindakan kedua pasangan menempatkan mahkota di atas kepala sang putri. Tapi jika saat ini Anda merencanakan sebuah perceraiaan atau bahkan sudah melakukannya maka sebagai seorang teman aku hanya mau membisikan di hatimu bahwa “Andalah penyebab retaknya mahkota di kepala sang putri.”

Karena itu, perceraian seyogyanya adalah tindakan memanjakan ego kedua belah pihak dan si korban tetap hanya satu yakni “sang putri.” Sang putri bangga padamu bagaikan saat ketika ia menerima mahkota yang disematkan di kepalanya, namun perceraian akan membuat mahkota itu retak di kepala sang putri, dan ia akan berlari menembus kegelapan malam walaupun ia sadar bahwa kegelapan itu sendiri tidak bisa menutup terangnya luka di hati kecilnya. Hancurnya mahkota buatan tangan manusia yang disematkan di kepala sang putri pasti bisa diperbaiki walaupun tentunya tidak sesuai lagi dengan yang aslinya, namun hancurnya hati sang putri takan mampu disembuhkan sepanjang hayatnya. Sang putri mungkin akan mampu menjadi seorang putri tanpa orang tuanya, namun kenangan akan retaknya mahkota di tangan orang-orang yang dicintainya, papa- mamanya takan pernah dilupakan sepanjang masa. Bila  malam ini Anda sempat membacakan kisah sang putri maka aku hanya mau mengatakan kepadamu sebagai seorang sahabat; Bagi yang telah berpisah rumah, semoga kisah ini mengetuk lagi pintu hatimu untuk merintis jalan kembali demi kebahagiaan sang putri; Jika pada malam ini Anda membaca kisah sang putri dan di dalam hatimu telah merencanakan sebuah perpisahan bahkan perceraian maka kiranya kisah sang putri menjadi peringatan bagimu untuk membatalkan semua rencanamu demi terukirnya kenangan indah di sepanjang hidup sang putri; Jika malam ini, Anda membaca kisah sang putri dan mengetahui bahwa ada sahabat kenalan yang berada di ambang perceraian maka tolong bagikanlah kisah ini kepada mereka sebagai seorang sahabat dan ingatkanlah akan resiko hancurnya hati sang putri sepanjang masa; Jika malam ini Anda membaca kisah sang putri sebagai orang tua yang putra-putrinya hendak bercerai maka nasehatilah mereka agar mereka tetap bersatu demi tetap indahnya mahkota di kepala sang putri.

Akhirnya, sebagai seorang sahabat, aku hanya mau membisikan kepadamu bahwa ini hanyalah sebuah kisah untuk membantumu menghayati indahnya pernikahanmu.  Keharmonisan dan keutuhan pernikahanmu bukan semata untuk dirimu sendiri, melainkan demi buah-buah hatimu yang Anda sebut sebagai putri dan pangeran dalam rumah tanggamu. Jadilah orang tua yang terbaik untuk mereka maka percayalah bahwa namamu akan dikenang sepanjang hayat.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Follow Us