Kamis, 07 Juli 2011

RENUNGAN MALAM: "MERANGKUL LAWAN MEMELUK SAHABAT"


Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,


Seperti tidak ada kalimat yang tuntas melukiskan tentang cinta, demikian pun peranan seorang sahabat dalam kehidupan kita, pasti tak dapat dilukiskan secara tuntas dengan kalimat yang indah. Banyak sahabat penyair telah bersyair, penyanyi boleh berdendang, dan pembicara dapat bertutur tentang seorang s...ahabat tapi tetap masih terasa kurang bila seorang sahabat tidak datang dan tinggal di samping kita.

Cerita di bawah ini hanya mau mengetuk kesadaranmu untuk memberikan penghargaan yang pantas kepada seorang sahabat, apa dan siapa pun dia bagimu saat ini.



“MERANGKUL LAWAN MEMELUK SAHABAT”


“Mereka pasti tidak akan mengungkap dengan kata tapi
tegakah hatimu untuk tidak memberi penghargaan yang pantas bagi mereka?”


          Sewaktu menjalani tahun pembinaan sebagai frater di Seminari Tinggi di Pineleng-Manado, saat terindah setiap minggu, adalah hari rabu siang sampai malam. Ya, karena saat itulah waktunya bagi para frater untuk keluar “kandang” (asrama) untuk bermacam kegiatan sesuai kebutuhan pribadi; Ada yang mengunjungi keluarga; yang lain bertemu sahabat kenalan; yang lain lagi pasti mengisi kursi-kursi kosong di bioskop President atau “21” di kota Nyiur Melambai Manado.Suatu saat kami berlima berjalan menyusuri  area pantai “Bolevard” yang indah di waktu malam. Tiba-tiba kenalan seorang sahabat berpapasan dengan gerombolan kami....heheheh....penjahat kali. Hanya dengan kalimat pendek; Aku mau temui temanku dulu, seorang teman meninggalkan kelompok kami. Menunggu dan menunggu tapi dia takan kembali (maklum waktu itu belum ada handphone, jadi susah berkomunikasi) Akhirnya, kami pun kembali ke asrama tanpa teman kami itu, yang pergi dengan temannya yang lain entah ke mana.

            Sadar atau tidak sadar kadang inilah yang kita lakukan terhadap sahabat dekat, sanak keluarga atau orang-orang dekat kita. Bila kita jujur terhadap diri maka berapakah sahabat atau sanak keluarga yang kita lukai (korbankan) perasaan mereka hanya demi menjaga nama baik pribadi? Hanya demi posisi dan jabatan kita? Hanya demi relasi kita? Teringatlah kisah populer sewaktu masih di Sekolah Dasar dulu tentang  “Simalingkundang.”  Ini yang kurang ajar dariku; Biasanya kalau misa di komunitas suster-suster (maaf ya saudariku para suster), aku selalu menekankan yang satu ini; “Wow...di luar komunitasmu Anda HEBAT, tapi kembali ke komunitas di tengah saudari-saudarimu sendiri, Anda “HEBOH.” Di luar komunitas, senyum Anda mengembang – kempis kepada setiap orang yang Anda jumpai, tapi kepada saudari sendiri di komunitas Anda selalu menampakkan muka “papan” (ekspresi wajah datar alias biasa-biasa saja). Masih lumayan kalau cuma tidak tersenyum, tapi kadang kita menjadi “domba jinak” di luar, di hadapan sahabat dan kenalan kita...mentalitas “jaga image” tapi ketika kembali kepada teman dan anggota keluarga sendiri, kita meraung-raung bagaikan singa yang kelaparan, yang sedang mencari mangsanya, hanya karena mungkin sebuah kesalahan kecil.

            Pesanku singkat saja untukmu sebagai saudaraku malam ini; “Teman dan sanak keluarga dekat kita pasti tidak mengungkapkan kerinduan hati mereka untuk diperlakukan  secara istimewa, tapi ini benar bahwa mereka pun memerlukan sebuah penghargaan yang pantas darimu, biar cuma terima kasih atau maaf.” Mengapa? Karena justru dalam suka dan dukamu mereka selalu berada di sampingmu. (Walaupun pasti ada kekecualian dalam pengalaman beberapa teman; merasa diterima di luar rumah tapi dimusuhi oleh teman dan sanak keluarga sendiri) Aku hanya mau membisikan ini padamu; “Rangkullah lawanmu dan peluk eratlah sahabat dan sanak keluargamu di dekat jantungmu.”  Belum ada yang terlambat untuk sebuah perbaikan sikap dan tingka laku bila Anda menghendakinya. Lakukanlah dan jangan menunda sampai esok, kawan!


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Follow Us