Kamis, 07 Juli 2011

RENUNGAN MALAM: "SETANGKAI MAWAR UNTUK BUNDA"


Sapaan seorang sahabat untuk para sahabat,

Capai juga kalau separuh waktu hari ini membantu teman urus tiket dan hal-hal lain untuk kepentingan penelitian di Indonesia. Baru kembali ke tempat kost dan pasti tidak sempat lagi buat tulisan baru. Karena itu, sebuah tulisan kecil yang tahun lalu kubuat dalam kunjungan ke gua Maria di kota dingin Bagu...io-Filipina menjadi bahan permenungan kita malam ini.


"SETANGKAI MAWAR UNTUK BUNDA"


Yang muda berlari terengah-engah ke hadapan Bunda;
Yang tua berjalan santai sambil mendaraskan “Hail Mary”Semuanya berarak ke hadirat Bunda Groto dengan setangkai mawar dan sebatang lilin di tangan”


          Itulah sepenggal kisah anak-anak Bunda yang datang ke Gua Maria di Baguio, kota dingin di pegunungan, yang ramai dikunjungi oleh orang-orang Manila ketika summer tiba. Gua Maria ini terletak di atas sebuah bukit kecil yang indah, yang darinya kita bisa menyaksikan kota Baguio yang indah di waktu malam karena bangunannya yang bersusun bertingkat mengikuti kondisi tanahnya yang berbukit dan berlembah, yang dibangun oleh para pastor Serikat Jesus (SJ) pada tahun 1907 dengan nama “OUR LADY OF LOURDES GROTO for The Glory of God.”

          Perjalanan mengasyikan bersama teman-teman di musim summer mengililingi kota Baguio dengan udara sejuk dan dingin sungguh menjadi surga bagi setiap orang yang datang dari kota Manila yang panas menyengat. Ketika raga telah lemah dan kemauan mengendor, sang sopir menawarkan kepada kami berempat untuk mengunjungi gua Maria ini. Awalnya terasa berat tapi seorang teman mengusulkan agar lebih indah dan lengkap perjalanan kita hari ini bila berhenti sejenak untuk melaporkan kepada Bunda dan meminta bantuan doanya. Akhirnya, taxi pun berhenti di dekat tempat berdirinya Bunda karena kami tidak mampu lagi untuk menaiki ratusan anak tangga dari tempat masuk sampai ke hadirat Bunda.

            Beragam pola tingka laku anak-anak Bunda terlihat dari sikap yang ditunjukkan oleh setiap orang yang datang ke sana; yang muda dengan kekuatannya berlari dengan setangkai mawar di tangan mencoba menjadi yang pertama hadir di hadapan Bunda, sementara yang tua dengan lilin dan mawar di tangan berjalan perlahan sampai ke puncak; yang merasa berdosa berjalan sambil sesekali mengangkat muka melihat kecantikan dan keibuan Bunda, sementara yang merasa kudus berjalan santai menuju Bunda. Semuanya datang ke hadirat Bunda tanpa pemeriksaan satpam seperti ketika Anda memasuki tempat-tempat umum di kota Manila. Pemandangan ini seakan mengatakan bahwa siapapun Anda, apapun dosa-dosa Anda tapi Bunda Maria tetap mau menjadi Bunda untukmu. Entahkah kehadiranmu tanpa mawar dan lilin; entahkah kehadiranmu untuk berdoa atau sekedar hanya berkunjung tapi Bunda takan pernah menolakmu. Kendatipun tangannya terkatup rapat di dada tapi hatinya tetap terbuka untuk dan bagi setiap orang yang datang kepadanya. Senyum keibuannya tetap terpancar dari wajahnya yang cantik mempesona seakan mengatakan; “Jangan takut! Akulah Bundamu.”

            Apa yang terjadi dengan Bunda Groto adalah kendatipun musim berganti musim, tahun berganti tahun dan generasi berganti generasi tapi ia tetap berdiri diam di sana untuk selamanya. Ia memang hanyalah sebuah patung buatan karya tangan anak-anaknya namun diamnya mengatakan banyak hal kepada yang datang kepadanya. Sejenak aku berdiri terpaku menatap Bunda dari kejauhan karena tak mampu mendekati tatapan mata sucinya, aku menuliskan kata-kata ini: “Ia diam tapi kenapa mereka tetap datang kepadanya? Apa yang terjadi nanti bila ia mau berbicara? Tapi biarlah ia tetap diam agar mereka tetap mencari mendengarkan suaranya. Suara yang tak terdengar oleh telinga anak-anaknya, melainkan hanya didengar di kedalaman hati mereka.”

          Setelah kembali ke penginapan, sadarlah aku bahwa hari ini adalah tanggal 1 Mei, awal bulan yang didedikasikan untuk Bunda. Suatu kesempatan yang diberikan oleh Gereja kepada umatnya untuk menjalin kasih dengan Bunda mereka, Maria. Ya, walaupun keberadaannya belum diakui sepenuhnya oleh mereka yang menamakan diri sebagai pengikut putranya, Yesus, namun itu takan mampu menghapus kenangan sebagian besar orang tentang pertolongan Bunda; Walaupun rupanya digambarkan dalam beragam tipe mengikuti adat dan tradisi setiap bangsa, namun ia hanyalah satu, yakni Bunda Maria, Bunda Yesus dan Bunda kita; Walaupun bentuknya berubah sesuai dengan tempat yang dibangun untuknya tapi jiwa keibuannya tetap sama sepanjang masa. Pertolongan dan kehangatan pelukan kebundaannya tetap dirindukan oleh setiap orang selama hidupnya.

            Ya, “Our Lady of Lourdes Groto” telah kutinggalkan, namun pertemuan dengan Bunda tetap menjadi kenangan yang tak terlupakan sepanjang hayatku. Aku menyadari bahwa sampai saat ini aku belum menjadi anak yang baik dari Bunda, tapi kutetapkan niat dalam hatiku bahwa suatu saat aku akan menjadi anak kebanggaan Bunda. Aku hanya berharap semoga kenangan indah bersama Bunda Groto akan selalu mengingatkanku setiap saat, dalam situasi apapun yang kualami agar selalu datang kepada Bunda dan merasakan dekapan mesra pelukan Bunda. Kata boleh tak mampu melukiskan, cerita boleh berakhir karena kehabisan ide tapi apa yang kurasakan bersama Bunda Groto tetap tinggal lestari dalam nubariku. Aku hanya berujar lembut kepada Bunda: “Doakanlah aku anakmu, Bunda. Peluk eratlah aku, anakmu di dalam mantol birumu setiap saat aku bersedih karena duka dan nestapa hidupku. Aku yakin dan percaya bahwa Bunda tetap bersamaku sampai akhir hidupku. Amin.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Follow Us